Author :
Yoon
Cast :
·
Lee Jin Ki
·
Han Yoon Hee
·
Cho Kyu Hyun
·
Han Neora
·
Yg lain
muncul bergantian:p
Genre : apa aja boleeee[?]
Length :
Chaptered
Disclaimer : FF ini milik SAYA^^!!! Han Yoon Hee
MILIK Lee Jin Ki xD Lee Jin Ki milik…. banyak orang ._. #ngenes #abaikan
Happy reading^^
++++++
Yoon Hee bertemu dengan Kyu Hyun yang akhirnya mengantarkannya
pulang. Keesokan paginya, Jin Ki mmembeli sebuket krisan kuning, bukan untuk Yoon Hee. Untuk siapakah?
Bukankah Jin Ki sendiri yakin bahwa dia masih menyayangi Yoon Hee?
***
Was it something I said to make you turn away?
To make you walk out and leave me cold
If I could just find a way to make it so that you were right
here
But right now..
I've drove myself insane, wishing I could touch your face
But the truth remains..
You're gone..
You're gone..
Baby you're gone
(Gone - N' Sync)
***
Tanpa semangat, Yoon Hee menyisir rambut panjangnya yang
melewati bahu. Seandainya tidak mengingat bahwa dalam hitungan minggu dia harus
menempuh ujian, mungkin dia lebih memilih untuk meringkuk di balik selimut saja
seharian ini, Atau mungkin dua hari. Atau bahkan seminggu.
Yoon Hee meletakkan sisir rambutnya di atas meja rias,
menatap hampa ke arah bayangannya yang balik menatapnya. Ada lingkaran hitam di
bawah kedua matanya yang nampak sayu.
“Mata panda…” keluh Yoon Hee pada dirinya sendiri.
Ketukan halus di pintu tidak membuat Yoon Hee menoleh. Dia
hanya menyahut malas-malasan sambil memilih-milih jepit rambut yang akan dia
pakai hari ini. “Masuk…”
Derit pintu yang terbuka mengantarkan Neora masuk ke dalam. Neora
melangkah mendekati Yoon Hee, menepuk kedua pundak adiknya.
“Sekolah?”
“Bolehkah kalau aku bolos saja?” tanya Yoon Hee, menoleh ke
arah Neora.
Neora mengangguk. “Terserah kau saja…”
Yoon Hee kembali menekuri pantulan wajahnya di cermin,
sementara Neora memilih untuk duduk di tempat tidur beralaskan bed cover warna biru
muda.
“Aku bolos saja ya eonnie.. Bilang saja pada eomma kalau aku
sakit, atau yang lainnya…”
Neora diam sesaat sebelum menyahut. “Terserah, tapi.. kau di
rumah mau apa? Mau menangis seharian?”
Yoon Hee menunduk, memainkan jarinya di permukaan halus meja
riasnya. Dia tahu, Neora tidak bermaksud jahat. Dari dulu kakaknya itu memang
selalu berbicara tepat pada sasaran.
“Aku tahu Yoon Hee-ya, kau tidak selemah itu… Kau pasti kuat…”
Yoon Hee mengangguk pelan tanpa mengangkat wajahnya.
Neora menatap punggung adiknya dengan iba. Dugaannya semakin
kuat. Ini pati ada hubungannya dengan Jin Ki.
“Memangnya ada apa denganmu?” tanya Neora perlahan.
Tidak ada jawaban.
“Kau… bertengkar dengan Jin Ki?”
Sekarang Neora bisa melihat pundak Yoon Hee yang bergetar
halus. Neora bangkit, memeluk adiknya dari belakang.
“It’s okay… You still have me…” bisik Neora perlahan.
Berusaha menguatkan Yoon Hee yang tengah berusaha sekuat tenaga menahan aliran
duka yang semenjak semalam terus membebaninya.
Untuk beberapa lama, Neora terus memeluk Yoon Hee, berusaha
meyakinkan Yoon Hee lewat pelukannya, bahwa Yoon Hee masih punya tempat
bersandar. Mencoba meredam getaran halus di pundak Yoon Hee. Membiarkan isak
tangis itu berlabuh di pelukannya.
Setelah beberapa lama, akhirnya isakan Yoon Hee mereda. Neora
melonggarkan pelukannya.
“Bagimana? Sudah mau menceritakannya?”
Yoon Hee menggigit bibir. Menimbang-nimbang sesaat, lalu
menggeleng pelan. “Nanti saja eonnie…”
“Ya sudah… mau istirahat saja sekarang?”
Yoon Hee menggeleng, menoleh ke arah jam dinding. “Aniyo,
lebih baik aku berangkat saja sekarang ke sekolah…”
“Sekarang? Kau yakin ingin ke sekolah? Kuat?”
Yoon Hee memaksakan sebuah tawa. Meskipun terasa getir. “Haish,
eonnie ini bagaimana? Tadi yang menyuruhku sekolah siapa? Sekarang malah bilang
tidak usah…”
Neora tersenyum, kembali merengkuh Yoon Hee dalam
pelukannya. “Kau kuat… Kamu tidak serapuh itu…”
Setelah melepaskan pelukannya, Neora kembali bertanya, “Kau mau
berangkat sendiri? Aku antar ya…”
“Eonnie bisa?”
Neora mengangguk. “Kalau Senin aku baru ada kuliah jam 11
nanti…”
Yoon Hee mengangguk. Neora membelai perlahan rambut Yoon Hee.
“Ya sudah, kau sarapan dulu. Ada nasi goreng sudah disiapkan Bibi di meja makan.
Aku siapkan mobil dulu ya…”
Yoon Hee tersenyum tipis sambil kembali mengangguk. Neora
kembali menepuk pundak adiknya sebelum beranjak keluar. Sambil menuruni tangga,
berbagai pertanyaan kembali memenuhi benak Neora. Satu kepastian bahwa Yoon Hee
tengah memiliki masalah dengan Jin Ki memang sudah ada. Tapi yang masih belum
bisa dimengerti Neora adalah, kenapa? Apa masalah sebenarnya?
Semenjak dulu hubungan Yoon Hee dan Jin Ki bisa dibilang
tidak pernah bergolak. Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi pun hanya sekedar
perselisihan sepele yang selesai hanya dalam hitungan jam. Neora mengenal Yoon
Hee dengan baik untuk bisa tahu bahwa adiknya itu benar-benar menyayangi Jin Ki. Dan sejauh Neora mengenal Jin Ki,
meskipun kelakuan anehnya seringkali menyebabkan Neora
merasa geli, Neora bisa merasakan bahwa Jin Ki juga benar-benar menyayangi Yoon
Hee.
Masih dengan berbagai pertanyaan itu berputar di benaknya, Neora
meraih kunci mobil dari atas bufet. Belum sampai langkahnya membawanya di pintu
depan, bunyi bel mengejutkan Neora. Sambil mengerutkan kening, Neora melirik ke
arah jam antik di sudut ruang tamu.
Siapa yang datang sepagi ini? Neora mengangkat bahu, memutar
kunci dan menarik handel pintu. Detik selanjutnya, sosok yang ada di hadapannya
membuat Neora sedikit ternganga. Sosok itu pun nampak sedikit salah tingkah
ketika sadar bahwa Neora lah yang membukakan pintu.
“Kyu?”
“Oh, Neora…”
Kyu Hyun menyembunyikan tangan kanannya di balik punggung,
Tapi terlambat. Neora sudah sempat melihat, bahwa yang ada di tangan itu adalah
sebuah buket lili putih. Hati Neora mencelos seketika. Darimana Kyu Hyun tahu?
Tapi, seperti biasa, Neora selalu bisa menyembunyikan perasaannya.
“Ada apa Kyu Hyun-ah? Tumben pagi-pagi…” tanya Neora.
Meskipun dia sudah bisa menduga jawaban Kyu Hyun.
“Em… Yoon Hee.. ada? Atau sudah berangkat?”
“Ada. Baru mau berangkat…” jawab Neora. Berdoa supaya nada
suaranya terdengar biasa saja. “Mau ku panggilkan?”
“Ehm, tentu…” sahut Kyu Hyun. Tersenyum gugup.
“Chakkaman…”
Neora melangkah cepat menuju ruang makan. Disana, Yoon Hee
tengah meneguk jus jeruknya. Piring berisi nasi goreng di hadapannya nyaris
tidak tersentuh.
“Yoon…”
“Ne eonnie?” sahut Yoon Hee setelah menyelesaikan tegukannya.
Disekanya bibirnya dengan tissue, lantas Yoon Hee berdiri dan menyelempangkan
tasnya.
“Berangkat sekarang eonnie?”
Neora tersenyum kecil. “Iya… Tapi, sepertinya aku tidak jadi
mengantarmu…”
“Ho? Wae?” Yoon Hee mengerutkan keningnya.
“Ada yang sudah menjemputmu di depan…” jelas Neora.
Neora bisa melihat binar harapan yang terbit di mata Yoon
Hee, dan sontak membuat Neora merasa tidak tega. Tapi sebelum dia bisa
menjelaskan lebih lanjut, Yoon Hee sudah tergesa beranjak dari kursinya.
“Pasti Moon ya? Ya sudah, aku berangkat sekarang ya eonnie…”
“Eh, Yoon Hee-ya…” cegah Neora. Tapi Yoon Hee sudah
terlanjur berlari, menuju pintu depan, dengan binar harapan yang mencerahkan
matanya.
Neora menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan.
“Bukan saengie…” bisiknya perlahan, pada kursi yang tadi diduduki Yoon Hee.
“Bukan dia….” Tambah Neora lagi, berbicara pada udara kosong. Neora menggeleng
perlahan, lalu berbalik.
***
Dengan hati yang melambung penuh harap, Yoon Hee setengah
berlari menuju pintu depan.
“Moo…”
Sapaan tadi tergantung tanpa terselesaikan di bibirnya saat
Yoon Hee melihat siapa sosok yang tengah berdiri menunggunya.
“Eh…” kata Yoon Hee akhirnya, sambil menelan rasa pahit atas
harapannya yang ternyata sekedar mimpi belaka.
“Annyeong Yoon Hee-ya…” sapa Kyu Hyun perlahan. Dalam hati Kyu
Hyun menahan kecewa melihat ekspresi gadis itu. Meskipun dia sudah bisa
menduganya, karena toh Kyu Hyun juga mengerti, bukan dirinya lah yang
dinantikan oleh Yoon Hee.
“Ada apa Oppa?” tanya Yoon Hee, berusaha memaksakan sedikit
senyuman.
Kyu Hyun menggeleng. “Anniyo. Hanya.. Ingin tahu saja
bagaimana keadaanmuu.”
Yoon Hee mengangkat bahu. “Oh…”
“Kau, tidak apa-apa kan?”
Yoon Hea memilih untuk tidak menjawab pertanyaan itu. Dia
hanya diam, memandangi lantai yang dipijaknya.
“Ini…” suara Kyu Hyun terdengar lagi, memaksa Yoon Hee untuk
mengangkat kepala. Dan sebuket bunga lili tersodor di hadapannya. Yoon Hee
mengangkat alis, sedikit ternganga.
“Oppa…”
“Untukmu…” entah mengapa, Kyu Hyun merasa suaranya sedikit
gemetar. Mungkin karena wajah manis yang ada di hadapannya itu. Mungkin karena
mata bulat bening yang menatapnya dengan keheranan. Entahlah. Tiba-tiba saja Kyu
Hyun merasa gugup sendiri, seiring dengan detak jantung yang tiba-tiba
berkejaran di dadanya.
“Untukku?”
Kyu Hyun hanya bisa mengangguk. Tapi dia lalu buru-buru
bertanya. “Ehm, tapi benar kan, kau menyukai lili putih?”
Yoon Hee mengangguk kecil sambil menerima buket bunga itu. Ada
senyuman kecil di bibirnya. “Iya Oppa…”
Kyu Hyun menghela nafas lega. Baguslah.
“Tapi, oppa tahu darimana kalau aku suka lili putih?” Yoon
Hee sedikit mengerutkan kening.
“Oh, dari…” Kyu Hyun memutar otak, mencari cara untuk bisa
menjawab pertanyaan itu tanpa harus mengungkapkan yang sebenarnya.
“Yoon? Belum berangkat juga?”
Yoon Hee menoleh ke arah Neora yang tiba-tiba saja sudah ada
di belakangnya. Sementara Kyu Hyun diam-diam menghembuskan nafas. Merasa
terselamatkan oleh kemunculan Neora.
“Aigooo.. Baiklah, bisa-bisa aku telat. Kajja eonnie… Eonnie
sudah siap?”
“Eh, Um… bagimana kalau aku saja yang mengantarmu ke
sekolah?” tawar Kyu Hyun tiba-tiba. Sontak membuat Yoon Hee menoleh ke arah Kyu
Hyun.
“Hah? Eh, tidak usah Oppa. Biar aku berangkat dengan Neora
eonnie saja…” sahut Yoon Hee, sambil menengok ke arah Neora, seakan menegaskan
kata-katanya tadi.
“Iy…” Neora sempat hendak menganggukkan kepala. Tapi sebelum
ucapannya tuntas, Neora bisa menangkap ekspresi memohon di wajah Kyu Hyun. Dan
seutas kata yang diucapkan tanpa suara. “Please…”
Neora menarik nafas. “Iya, tapi aku baru ingat kalau aku ada
janji asistensi dengan dosenku, mian Yoon Hee-ya…”
“Yah.. eonnie..” Yoon Hee sedikit merengut. Kecewa atas
penolakan Neora. Bukankah Neora yang tadi pertama kali berjanji akan
mengantarnya?
Neora menyeringai, “Miaaaaaanhae… aku baru ingat.. Kyu
Hyun-ah, tolong antar adikku ya? Kau mau kan?”
Kyu Hyun mengangguk cepat, bahkan terlihat sedikit terlalu
bersemangat. “Tentu saja! Eh, maksudku, boleh saja… lagipula aku tidak ada
jadwal kuliah hari ini…”
Dengan segan Yoon Hee memandangi Kyu Hyun. “Um… Tidak usah,
oppa.. merepotkan saja aku ini…”
“Aniyo! Tidak merepotkan sama sekali..”
“Haish sudah sudah… kau ini bagaimana? Mumpung ada yang mau mengantar.
Sudah sanaaaa…” Neora mendorong Yoon Hee yang sedari tadi masih berdiri di
birai pintu.
“Ahhh… Eonnieeee…”
“Ya!! Daripada kau telat?” tukas Neora. “Lagipula, tak ada
ruginya diantar Kyu Hyun… Kan Kyu Hyun tampaaaan… Ya kan Kyu Hyun-ah?” Mendengar
ucapan Neora tadi, sontak wajah Kyu Hyun memerah.
“Haish, eonnieeeeee..” protes Yoon Hee, merasa semakin tidak
nyaman dengan situasi seperti ini, apalagi melihat semburat merah di wajah Kyu
Hyun yang nampak salah tingkah.
“Sudah sana… Berangkat sana… Hus hus… Nanti kalau kau telat
aku yang disalahkan. Sana berangkat…” Neora menggerak-gerakkan tangannya,
seakan mengusir mereka berdua.
“Kajja, sebelum jalanan macet…” kata Kyu Hyun sambil
memainkan kunci mobil di tangannya.
Yoon Hee menoleh, “Oppa sungguh tidak keberatan mengantarku?”
“Sungguh. Lagipula sekaligus bernoslatgia. Aku kan alumni di
sekolah itu juga…”
“Halah, dia masih ingat Kyuuuu.. Kau kan waktu kelas 3 dulu
kalau kerja kelompok di sini hobinya menghabiskan kue ku…” sela Neora,
menyinggung-nyinggung kebiasaan Kyu Hyun waktu ia dan Kyu Hyun masih sekelas di
tahun terakhir mereka di SMA, dua tahun yang lalu.
“Hais, kau ini… yang diingat hanya bagian yang jelek saja!
Lagipula kan….” protes Kyu Hyun.
“Ya! Sudah! Berangkat sekarang sana… Kasihan adikku kalau
sampai telat.” Neora memotong kata-kata Kyu Hyun tadi.
Yoon Hee menghela nafas dan melirik jam tangannya. Dia
memang harus berangkat sekarang kalau tidak ingin terjebak macet di jalan.
“Ya sudah… Kyu Hyun Oppa, tidak keberatan mengantarku?”
“Aigo Yoon Hee-ya… Kau sudah menanyakan hal yang sama sampai
dua kali. Kyu Hyun benar-benar tidak keberatan kok. Dia malah senang sekali
bisa mengantarmu. Ya kan Kyu Hyun-ah?”
Kyu Hyun tidak menanggapi kata-kata Neora tadi. Dia lebih
memilih untuk tersenyum ke arah Yoon Hee. “Iya.. sungguh. Kajja, kita
berangkat..”
Yoon Hee mengangguk, lalu menoleh ke arah Neora. “Eonnie,
aku berangkat dulu ya… Tolong pamitkan ke eomma. Tadi waktu aku sarapan,
sepertinya eomma masih mandi…”
Neora hanya mengacungkan jempolnya sambil tersenyum lebar.
Dia lalu memandangi Yoon Hee yang berjalan berdampingan dengan Kyu Hyun, hingga
mereka berdua masuk ke dalam Picanto hitam yang terparkir di depan gerbang
rumah mereka. Selanjutnya, derum mobil itu membawa Kyu Hyun dan Yoon Hee pergi.
Begitu suara mobil itu menghilang dari pendengarannya,
senyum lebar tadi langsung pupus begitu saja dari bibir Neora. Dia mendongak,
menutup matanya, lalu tersenyum pahit. Dia menarik nafas panjang, dalam hati
merasa geli sendiri, betapa hidup sering kali membawa berbagai kejutan.
Neora menggeleng pelan, lalu menutup pintu perlahan.
Tidak ada yang perlu tahu tentang beberapa rahasia, yang
cukup hanya menjadi pengisi salah satu sekat kosong dalam hatinya sendiri.
***
Jin Ki mematikan mesin mobil, lalu dengan ragu-ragu
memandangi rumah bertingkat itu dari jendela mobil. Pilar-pilar tinggi yang
menyangga konstruksi utama rumah bergaya mediteranian itu nampak menimbulkan
kesan serupa dengan rumah-rumah lain di kompleks elit ini. Anggun, namun angkuh,
seakan tak tersentuh. Jin Ki menghela nafas. Dia memang tidak begitu familiar
dengan lingkungan semacam ini. Sebelumnya, baru dua kali dia menginjakkan kaki
di rumah itu. Ini adalah kedatangannya yang ketiga. Jin Ki melirik jam
tangannya, belum terlalu jauh bergeser dari pukul 7 pagi. Dia tersenyum kecil.
Di kehidupannya yang lama, saat ini mestinya dia tengah
tertawa-tawa bersama Yoon Hee dalam perjalanan mereka ke sekolah gadis itu.
Sekolah yang dulu mempertemukan mereka, saat Yoon Hee berstatus sebagai siswa
kelas 1, dan Jin Ki sebagai seorang kakak senior yang hanya setahun lebih tua
daripada Yoon Hee. Jin Ki memejamkan mata, menikamati sedikit rasa perih yang
terasa mengiris di dadanya. Dia ingat, ini hari Senin, biasanya Yoon Hee akan
sedikit lebih cerewet, memaksa Jin Ki mempercepat laju mobilnya. Mengomel
tentang rasa takutnya kalau-kalau dia terlambat ikut upacara bendera.
Jin Ki membuka matanya kembali, pemandangan yang
menyambutnya masih sama. Pagar tinggi bercat putih, dengan jeruji-jeruji besi
di beberapa bagian. Seakan ingin menegaskan bahwa rumah itu merupakan kastil
perlindungan bagi sang tuan putri yang tinggal disana.
Jin Ki memantapkan hatinya, lalu turun dari mobil.
“Permisi…” seru Jin Ki, berusaha menarik perhatian seorang
wanita yang tengah sibuk menyapu halaman di salah satu sudut taman depan
rumah itu. Yang dipanggil menoleh, lalu bangkit dan berjalan sedikit tergopoh.
“Cari siap…” kata-kata wanita paruh baya itu terpotong
begitu dia mengenali wajah tampan Jin Ki. Raut wajahnya yang semula datar
langsung berganti dengan sebuah senyuman cerah.
“Oh, Tuan Muda Lee, yang kemarin pernah datang itu ya? Teman
Nona, kan? Mau bertemu dengan Nona ya? Sebentar Tuan Muda, saya bukakan
pagarnya…”
***
TBC
Jeng jeeeeeng~
sepertinya Kyu gerak cepat
yaaa... Tau-tau udah mulai pedekate aja. Lagians, kayaknyaaa.. Jin Ki juga pedekate
sama orang lain tuh -_- #timpuk-Jinki-pake-cinta #eh?
Emmm... Jadi, masih ada yang
nunggu Part 4? >_< #habis-lebaran-ya:p
Care to leave any comments or tracks? I would really appreciate it if you do :)
MINAL
AIDIN WAL FAIDZIN semuanya ^^v
Author :
Yoon
Cast :
·
Lee Jin Ki
·
Han Yoon Hee
·
Cho Kyu Hyun
·
Han Neora
·
Yg lain
muncul bergantian:p
Genre : apa aja boleeee[?]
Length :
Chaptered
Disclaimer : FF ini milik SAYA^^!!! Han Yoon Hee
MILIK Lee Jin Ki xD Lee Jin Ki milik…. banyak orang ._. #ngenes #abaikan
Happy reading^^
++++++
Yoon Hee bertemu dengan Kyu Hyun yang akhirnya mengantarkannya
pulang. Keesokan paginya, Jin Ki mmembeli sebuket krisan kuning, bukan untuk Yoon Hee. Untuk siapakah?
Bukankah Jin Ki sendiri yakin bahwa dia masih menyayangi Yoon Hee?
***
Was it something I said to make you turn away?
To make you walk out and leave me cold
If I could just find a way to make it so that you were right
here
But right now..
I've drove myself insane, wishing I could touch your face
But the truth remains..
You're gone..
You're gone..
Baby you're gone
(Gone - N' Sync)
***
Tanpa semangat, Yoon Hee menyisir rambut panjangnya yang
melewati bahu. Seandainya tidak mengingat bahwa dalam hitungan minggu dia harus
menempuh ujian, mungkin dia lebih memilih untuk meringkuk di balik selimut saja
seharian ini, Atau mungkin dua hari. Atau bahkan seminggu.
Yoon Hee meletakkan sisir rambutnya di atas meja rias,
menatap hampa ke arah bayangannya yang balik menatapnya. Ada lingkaran hitam di
bawah kedua matanya yang nampak sayu.
“Mata panda…” keluh Yoon Hee pada dirinya sendiri.
Ketukan halus di pintu tidak membuat Yoon Hee menoleh. Dia
hanya menyahut malas-malasan sambil memilih-milih jepit rambut yang akan dia
pakai hari ini. “Masuk…”
Derit pintu yang terbuka mengantarkan Neora masuk ke dalam. Neora
melangkah mendekati Yoon Hee, menepuk kedua pundak adiknya.
“Sekolah?”
“Bolehkah kalau aku bolos saja?” tanya Yoon Hee, menoleh ke
arah Neora.
Neora mengangguk. “Terserah kau saja…”
Yoon Hee kembali menekuri pantulan wajahnya di cermin,
sementara Neora memilih untuk duduk di tempat tidur beralaskan bed cover warna biru
muda.
“Aku bolos saja ya eonnie.. Bilang saja pada eomma kalau aku
sakit, atau yang lainnya…”
Neora diam sesaat sebelum menyahut. “Terserah, tapi.. kau di
rumah mau apa? Mau menangis seharian?”
Yoon Hee menunduk, memainkan jarinya di permukaan halus meja
riasnya. Dia tahu, Neora tidak bermaksud jahat. Dari dulu kakaknya itu memang
selalu berbicara tepat pada sasaran.
“Aku tahu Yoon Hee-ya, kau tidak selemah itu… Kau pasti kuat…”
Yoon Hee mengangguk pelan tanpa mengangkat wajahnya.
Neora menatap punggung adiknya dengan iba. Dugaannya semakin
kuat. Ini pati ada hubungannya dengan Jin Ki.
“Memangnya ada apa denganmu?” tanya Neora perlahan.
Tidak ada jawaban.
“Kau… bertengkar dengan Jin Ki?”
Sekarang Neora bisa melihat pundak Yoon Hee yang bergetar
halus. Neora bangkit, memeluk adiknya dari belakang.
“It’s okay… You still have me…” bisik Neora perlahan.
Berusaha menguatkan Yoon Hee yang tengah berusaha sekuat tenaga menahan aliran
duka yang semenjak semalam terus membebaninya.
Untuk beberapa lama, Neora terus memeluk Yoon Hee, berusaha
meyakinkan Yoon Hee lewat pelukannya, bahwa Yoon Hee masih punya tempat
bersandar. Mencoba meredam getaran halus di pundak Yoon Hee. Membiarkan isak
tangis itu berlabuh di pelukannya.
Setelah beberapa lama, akhirnya isakan Yoon Hee mereda. Neora
melonggarkan pelukannya.
“Bagimana? Sudah mau menceritakannya?”
Yoon Hee menggigit bibir. Menimbang-nimbang sesaat, lalu
menggeleng pelan. “Nanti saja eonnie…”
“Ya sudah… mau istirahat saja sekarang?”
Yoon Hee menggeleng, menoleh ke arah jam dinding. “Aniyo,
lebih baik aku berangkat saja sekarang ke sekolah…”
“Sekarang? Kau yakin ingin ke sekolah? Kuat?”
Yoon Hee memaksakan sebuah tawa. Meskipun terasa getir. “Haish,
eonnie ini bagaimana? Tadi yang menyuruhku sekolah siapa? Sekarang malah bilang
tidak usah…”
Neora tersenyum, kembali merengkuh Yoon Hee dalam
pelukannya. “Kau kuat… Kamu tidak serapuh itu…”
Setelah melepaskan pelukannya, Neora kembali bertanya, “Kau mau
berangkat sendiri? Aku antar ya…”
“Eonnie bisa?”
Neora mengangguk. “Kalau Senin aku baru ada kuliah jam 11
nanti…”
Yoon Hee mengangguk. Neora membelai perlahan rambut Yoon Hee.
“Ya sudah, kau sarapan dulu. Ada nasi goreng sudah disiapkan Bibi di meja makan.
Aku siapkan mobil dulu ya…”
Yoon Hee tersenyum tipis sambil kembali mengangguk. Neora
kembali menepuk pundak adiknya sebelum beranjak keluar. Sambil menuruni tangga,
berbagai pertanyaan kembali memenuhi benak Neora. Satu kepastian bahwa Yoon Hee
tengah memiliki masalah dengan Jin Ki memang sudah ada. Tapi yang masih belum
bisa dimengerti Neora adalah, kenapa? Apa masalah sebenarnya?
Semenjak dulu hubungan Yoon Hee dan Jin Ki bisa dibilang
tidak pernah bergolak. Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi pun hanya sekedar
perselisihan sepele yang selesai hanya dalam hitungan jam. Neora mengenal Yoon
Hee dengan baik untuk bisa tahu bahwa adiknya itu benar-benar menyayangi Jin Ki. Dan sejauh Neora mengenal Jin Ki,
meskipun kelakuan anehnya seringkali menyebabkan Neora
merasa geli, Neora bisa merasakan bahwa Jin Ki juga benar-benar menyayangi Yoon
Hee.
Masih dengan berbagai pertanyaan itu berputar di benaknya, Neora
meraih kunci mobil dari atas bufet. Belum sampai langkahnya membawanya di pintu
depan, bunyi bel mengejutkan Neora. Sambil mengerutkan kening, Neora melirik ke
arah jam antik di sudut ruang tamu.
Siapa yang datang sepagi ini? Neora mengangkat bahu, memutar
kunci dan menarik handel pintu. Detik selanjutnya, sosok yang ada di hadapannya
membuat Neora sedikit ternganga. Sosok itu pun nampak sedikit salah tingkah
ketika sadar bahwa Neora lah yang membukakan pintu.
“Kyu?”
“Oh, Neora…”
Kyu Hyun menyembunyikan tangan kanannya di balik punggung,
Tapi terlambat. Neora sudah sempat melihat, bahwa yang ada di tangan itu adalah
sebuah buket lili putih. Hati Neora mencelos seketika. Darimana Kyu Hyun tahu?
Tapi, seperti biasa, Neora selalu bisa menyembunyikan perasaannya.
“Ada apa Kyu Hyun-ah? Tumben pagi-pagi…” tanya Neora.
Meskipun dia sudah bisa menduga jawaban Kyu Hyun.
“Em… Yoon Hee.. ada? Atau sudah berangkat?”
“Ada. Baru mau berangkat…” jawab Neora. Berdoa supaya nada
suaranya terdengar biasa saja. “Mau ku panggilkan?”
“Ehm, tentu…” sahut Kyu Hyun. Tersenyum gugup.
“Chakkaman…”
Neora melangkah cepat menuju ruang makan. Disana, Yoon Hee
tengah meneguk jus jeruknya. Piring berisi nasi goreng di hadapannya nyaris
tidak tersentuh.
“Yoon…”
“Ne eonnie?” sahut Yoon Hee setelah menyelesaikan tegukannya.
Disekanya bibirnya dengan tissue, lantas Yoon Hee berdiri dan menyelempangkan
tasnya.
“Berangkat sekarang eonnie?”
Neora tersenyum kecil. “Iya… Tapi, sepertinya aku tidak jadi
mengantarmu…”
“Ho? Wae?” Yoon Hee mengerutkan keningnya.
“Ada yang sudah menjemputmu di depan…” jelas Neora.
Neora bisa melihat binar harapan yang terbit di mata Yoon
Hee, dan sontak membuat Neora merasa tidak tega. Tapi sebelum dia bisa
menjelaskan lebih lanjut, Yoon Hee sudah tergesa beranjak dari kursinya.
“Pasti Moon ya? Ya sudah, aku berangkat sekarang ya eonnie…”
“Eh, Yoon Hee-ya…” cegah Neora. Tapi Yoon Hee sudah
terlanjur berlari, menuju pintu depan, dengan binar harapan yang mencerahkan
matanya.
Neora menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan.
“Bukan saengie…” bisiknya perlahan, pada kursi yang tadi diduduki Yoon Hee.
“Bukan dia….” Tambah Neora lagi, berbicara pada udara kosong. Neora menggeleng
perlahan, lalu berbalik.
***
Dengan hati yang melambung penuh harap, Yoon Hee setengah
berlari menuju pintu depan.
“Moo…”
Sapaan tadi tergantung tanpa terselesaikan di bibirnya saat
Yoon Hee melihat siapa sosok yang tengah berdiri menunggunya.
“Eh…” kata Yoon Hee akhirnya, sambil menelan rasa pahit atas
harapannya yang ternyata sekedar mimpi belaka.
“Annyeong Yoon Hee-ya…” sapa Kyu Hyun perlahan. Dalam hati Kyu
Hyun menahan kecewa melihat ekspresi gadis itu. Meskipun dia sudah bisa
menduganya, karena toh Kyu Hyun juga mengerti, bukan dirinya lah yang
dinantikan oleh Yoon Hee.
“Ada apa Oppa?” tanya Yoon Hee, berusaha memaksakan sedikit
senyuman.
Kyu Hyun menggeleng. “Anniyo. Hanya.. Ingin tahu saja
bagaimana keadaanmuu.”
Yoon Hee mengangkat bahu. “Oh…”
“Kau, tidak apa-apa kan?”
Yoon Hea memilih untuk tidak menjawab pertanyaan itu. Dia
hanya diam, memandangi lantai yang dipijaknya.
“Ini…” suara Kyu Hyun terdengar lagi, memaksa Yoon Hee untuk
mengangkat kepala. Dan sebuket bunga lili tersodor di hadapannya. Yoon Hee
mengangkat alis, sedikit ternganga.
“Oppa…”
“Untukmu…” entah mengapa, Kyu Hyun merasa suaranya sedikit
gemetar. Mungkin karena wajah manis yang ada di hadapannya itu. Mungkin karena
mata bulat bening yang menatapnya dengan keheranan. Entahlah. Tiba-tiba saja Kyu
Hyun merasa gugup sendiri, seiring dengan detak jantung yang tiba-tiba
berkejaran di dadanya.
“Untukku?”
Kyu Hyun hanya bisa mengangguk. Tapi dia lalu buru-buru
bertanya. “Ehm, tapi benar kan, kau menyukai lili putih?”
Yoon Hee mengangguk kecil sambil menerima buket bunga itu. Ada
senyuman kecil di bibirnya. “Iya Oppa…”
Kyu Hyun menghela nafas lega. Baguslah.
“Tapi, oppa tahu darimana kalau aku suka lili putih?” Yoon
Hee sedikit mengerutkan kening.
“Oh, dari…” Kyu Hyun memutar otak, mencari cara untuk bisa
menjawab pertanyaan itu tanpa harus mengungkapkan yang sebenarnya.
“Yoon? Belum berangkat juga?”
Yoon Hee menoleh ke arah Neora yang tiba-tiba saja sudah ada
di belakangnya. Sementara Kyu Hyun diam-diam menghembuskan nafas. Merasa
terselamatkan oleh kemunculan Neora.
“Aigooo.. Baiklah, bisa-bisa aku telat. Kajja eonnie… Eonnie
sudah siap?”
“Eh, Um… bagimana kalau aku saja yang mengantarmu ke
sekolah?” tawar Kyu Hyun tiba-tiba. Sontak membuat Yoon Hee menoleh ke arah Kyu
Hyun.
“Hah? Eh, tidak usah Oppa. Biar aku berangkat dengan Neora
eonnie saja…” sahut Yoon Hee, sambil menengok ke arah Neora, seakan menegaskan
kata-katanya tadi.
“Iy…” Neora sempat hendak menganggukkan kepala. Tapi sebelum
ucapannya tuntas, Neora bisa menangkap ekspresi memohon di wajah Kyu Hyun. Dan
seutas kata yang diucapkan tanpa suara. “Please…”
Neora menarik nafas. “Iya, tapi aku baru ingat kalau aku ada
janji asistensi dengan dosenku, mian Yoon Hee-ya…”
“Yah.. eonnie..” Yoon Hee sedikit merengut. Kecewa atas
penolakan Neora. Bukankah Neora yang tadi pertama kali berjanji akan
mengantarnya?
Neora menyeringai, “Miaaaaaanhae… aku baru ingat.. Kyu
Hyun-ah, tolong antar adikku ya? Kau mau kan?”
Kyu Hyun mengangguk cepat, bahkan terlihat sedikit terlalu
bersemangat. “Tentu saja! Eh, maksudku, boleh saja… lagipula aku tidak ada
jadwal kuliah hari ini…”
Dengan segan Yoon Hee memandangi Kyu Hyun. “Um… Tidak usah,
oppa.. merepotkan saja aku ini…”
“Aniyo! Tidak merepotkan sama sekali..”
“Haish sudah sudah… kau ini bagaimana? Mumpung ada yang mau mengantar.
Sudah sanaaaa…” Neora mendorong Yoon Hee yang sedari tadi masih berdiri di
birai pintu.
“Ahhh… Eonnieeee…”
“Ya!! Daripada kau telat?” tukas Neora. “Lagipula, tak ada
ruginya diantar Kyu Hyun… Kan Kyu Hyun tampaaaan… Ya kan Kyu Hyun-ah?” Mendengar
ucapan Neora tadi, sontak wajah Kyu Hyun memerah.
“Haish, eonnieeeeee..” protes Yoon Hee, merasa semakin tidak
nyaman dengan situasi seperti ini, apalagi melihat semburat merah di wajah Kyu
Hyun yang nampak salah tingkah.
“Sudah sana… Berangkat sana… Hus hus… Nanti kalau kau telat
aku yang disalahkan. Sana berangkat…” Neora menggerak-gerakkan tangannya,
seakan mengusir mereka berdua.
“Kajja, sebelum jalanan macet…” kata Kyu Hyun sambil
memainkan kunci mobil di tangannya.
Yoon Hee menoleh, “Oppa sungguh tidak keberatan mengantarku?”
“Sungguh. Lagipula sekaligus bernoslatgia. Aku kan alumni di
sekolah itu juga…”
“Halah, dia masih ingat Kyuuuu.. Kau kan waktu kelas 3 dulu
kalau kerja kelompok di sini hobinya menghabiskan kue ku…” sela Neora,
menyinggung-nyinggung kebiasaan Kyu Hyun waktu ia dan Kyu Hyun masih sekelas di
tahun terakhir mereka di SMA, dua tahun yang lalu.
“Hais, kau ini… yang diingat hanya bagian yang jelek saja!
Lagipula kan….” protes Kyu Hyun.
“Ya! Sudah! Berangkat sekarang sana… Kasihan adikku kalau
sampai telat.” Neora memotong kata-kata Kyu Hyun tadi.
Yoon Hee menghela nafas dan melirik jam tangannya. Dia
memang harus berangkat sekarang kalau tidak ingin terjebak macet di jalan.
“Ya sudah… Kyu Hyun Oppa, tidak keberatan mengantarku?”
“Aigo Yoon Hee-ya… Kau sudah menanyakan hal yang sama sampai
dua kali. Kyu Hyun benar-benar tidak keberatan kok. Dia malah senang sekali
bisa mengantarmu. Ya kan Kyu Hyun-ah?”
Kyu Hyun tidak menanggapi kata-kata Neora tadi. Dia lebih
memilih untuk tersenyum ke arah Yoon Hee. “Iya.. sungguh. Kajja, kita
berangkat..”
Yoon Hee mengangguk, lalu menoleh ke arah Neora. “Eonnie,
aku berangkat dulu ya… Tolong pamitkan ke eomma. Tadi waktu aku sarapan,
sepertinya eomma masih mandi…”
Neora hanya mengacungkan jempolnya sambil tersenyum lebar.
Dia lalu memandangi Yoon Hee yang berjalan berdampingan dengan Kyu Hyun, hingga
mereka berdua masuk ke dalam Picanto hitam yang terparkir di depan gerbang
rumah mereka. Selanjutnya, derum mobil itu membawa Kyu Hyun dan Yoon Hee pergi.
Begitu suara mobil itu menghilang dari pendengarannya,
senyum lebar tadi langsung pupus begitu saja dari bibir Neora. Dia mendongak,
menutup matanya, lalu tersenyum pahit. Dia menarik nafas panjang, dalam hati
merasa geli sendiri, betapa hidup sering kali membawa berbagai kejutan.
Neora menggeleng pelan, lalu menutup pintu perlahan.
Tidak ada yang perlu tahu tentang beberapa rahasia, yang
cukup hanya menjadi pengisi salah satu sekat kosong dalam hatinya sendiri.
***
Jin Ki mematikan mesin mobil, lalu dengan ragu-ragu
memandangi rumah bertingkat itu dari jendela mobil. Pilar-pilar tinggi yang
menyangga konstruksi utama rumah bergaya mediteranian itu nampak menimbulkan
kesan serupa dengan rumah-rumah lain di kompleks elit ini. Anggun, namun angkuh,
seakan tak tersentuh. Jin Ki menghela nafas. Dia memang tidak begitu familiar
dengan lingkungan semacam ini. Sebelumnya, baru dua kali dia menginjakkan kaki
di rumah itu. Ini adalah kedatangannya yang ketiga. Jin Ki melirik jam
tangannya, belum terlalu jauh bergeser dari pukul 7 pagi. Dia tersenyum kecil.
Di kehidupannya yang lama, saat ini mestinya dia tengah
tertawa-tawa bersama Yoon Hee dalam perjalanan mereka ke sekolah gadis itu.
Sekolah yang dulu mempertemukan mereka, saat Yoon Hee berstatus sebagai siswa
kelas 1, dan Jin Ki sebagai seorang kakak senior yang hanya setahun lebih tua
daripada Yoon Hee. Jin Ki memejamkan mata, menikamati sedikit rasa perih yang
terasa mengiris di dadanya. Dia ingat, ini hari Senin, biasanya Yoon Hee akan
sedikit lebih cerewet, memaksa Jin Ki mempercepat laju mobilnya. Mengomel
tentang rasa takutnya kalau-kalau dia terlambat ikut upacara bendera.
Jin Ki membuka matanya kembali, pemandangan yang
menyambutnya masih sama. Pagar tinggi bercat putih, dengan jeruji-jeruji besi
di beberapa bagian. Seakan ingin menegaskan bahwa rumah itu merupakan kastil
perlindungan bagi sang tuan putri yang tinggal disana.
Jin Ki memantapkan hatinya, lalu turun dari mobil.
“Permisi…” seru Jin Ki, berusaha menarik perhatian seorang
wanita yang tengah sibuk menyapu halaman di salah satu sudut taman depan
rumah itu. Yang dipanggil menoleh, lalu bangkit dan berjalan sedikit tergopoh.
“Cari siap…” kata-kata wanita paruh baya itu terpotong
begitu dia mengenali wajah tampan Jin Ki. Raut wajahnya yang semula datar
langsung berganti dengan sebuah senyuman cerah.
“Oh, Tuan Muda Lee, yang kemarin pernah datang itu ya? Teman
Nona, kan? Mau bertemu dengan Nona ya? Sebentar Tuan Muda, saya bukakan
pagarnya…”
***
TBC
Jeng jeeeeeng~
sepertinya Kyu gerak cepat
yaaa... Tau-tau udah mulai pedekate aja. Lagians, kayaknyaaa.. Jin Ki juga pedekate
sama orang lain tuh -_- #timpuk-Jinki-pake-cinta #eh?
Care to leave any comments or tracks? I would really appreciate it if you do :)
-Yoon-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar