Halaman

Rabu, 17 Oktober 2012

QUASIMODO || Kepingan Ketiga




Fanfiction       : QUASIMODO / 3
Author                        : Yoon
Cast                 :
·         Lee Jin Ki
·         Han Yoon Hee
·         Cho Kyu Hyun
·         Han Neora
·         Yg lain muncul bergantian:p
Genre              : apa aja boleeee[?]
Length                        : Chaptered
Disclaimer       : FF ini milik SAYA^^!!! Han Yoon Hee MILIK Lee Jin Ki xD Lee Jin Ki milik…. banyak orang ._. #ngenes #abaikan
Happy reading^^
++++++

Yoon Hee bertemu dengan Kyu Hyun yang akhirnya mengantarkannya pulang. Keesokan paginya, Jin Ki mmembeli sebuket krisan kuning, bukan untuk Yoon Hee. Untuk siapakah? Bukankah Jin Ki sendiri yakin bahwa dia masih menyayangi Yoon Hee?

***

Was it something I said to make you turn away?
To make you walk out and leave me cold
If I could just find a way to make it so that you were right here
But right now..

I've drove myself insane, wishing I could touch your face
But the truth remains..

You're gone..
You're gone..
Baby you're gone

(Gone - N' Sync)

***

Tanpa semangat, Yoon Hee menyisir rambut panjangnya yang melewati bahu. Seandainya tidak mengingat bahwa dalam hitungan minggu dia harus menempuh ujian, mungkin dia lebih memilih untuk meringkuk di balik selimut saja seharian ini, Atau mungkin dua hari. Atau bahkan seminggu.

Yoon Hee meletakkan sisir rambutnya di atas meja rias, menatap hampa ke arah bayangannya yang balik menatapnya. Ada lingkaran hitam di bawah kedua matanya yang nampak sayu.

“Mata panda…” keluh Yoon Hee pada dirinya sendiri.

Ketukan halus di pintu tidak membuat Yoon Hee menoleh. Dia hanya menyahut malas-malasan sambil memilih-milih jepit rambut yang akan dia pakai hari ini. “Masuk…”

Derit pintu yang terbuka mengantarkan Neora masuk ke dalam. Neora melangkah mendekati Yoon Hee, menepuk kedua pundak adiknya.

“Sekolah?”

“Bolehkah kalau aku bolos saja?” tanya Yoon Hee, menoleh ke arah Neora.

Neora mengangguk. “Terserah kau saja…”

Yoon Hee kembali menekuri pantulan wajahnya di cermin, sementara Neora memilih untuk duduk di tempat tidur beralaskan bed cover warna biru muda.

“Aku bolos saja ya eonnie.. Bilang saja pada eomma kalau aku sakit, atau yang lainnya…”

Neora diam sesaat sebelum menyahut. “Terserah, tapi.. kau di rumah mau apa? Mau menangis seharian?”

Yoon Hee menunduk, memainkan jarinya di permukaan halus meja riasnya. Dia tahu, Neora tidak bermaksud jahat. Dari dulu kakaknya itu memang selalu berbicara tepat pada sasaran.

“Aku tahu Yoon Hee-ya, kau tidak selemah itu… Kau pasti kuat…”

Yoon Hee mengangguk pelan tanpa mengangkat wajahnya.  

Neora menatap punggung adiknya dengan iba. Dugaannya semakin kuat. Ini pati ada hubungannya dengan Jin Ki.

“Memangnya ada apa denganmu?” tanya Neora perlahan.

Tidak ada jawaban.

“Kau… bertengkar dengan Jin Ki?”

Sekarang Neora bisa melihat pundak Yoon Hee yang bergetar halus. Neora bangkit, memeluk adiknya dari belakang.

“It’s okay… You still have me…” bisik Neora perlahan. Berusaha menguatkan Yoon Hee yang tengah berusaha sekuat tenaga menahan aliran duka yang semenjak semalam terus membebaninya.

Untuk beberapa lama, Neora terus memeluk Yoon Hee, berusaha meyakinkan Yoon Hee lewat pelukannya, bahwa Yoon Hee masih punya tempat bersandar. Mencoba meredam getaran halus di pundak Yoon Hee. Membiarkan isak tangis itu berlabuh di pelukannya.

Setelah beberapa lama, akhirnya isakan Yoon Hee mereda. Neora melonggarkan pelukannya.

“Bagimana? Sudah mau menceritakannya?”

Yoon Hee menggigit bibir. Menimbang-nimbang sesaat, lalu menggeleng pelan. “Nanti saja eonnie…”

“Ya sudah… mau istirahat saja sekarang?”

Yoon Hee menggeleng, menoleh ke arah jam dinding. “Aniyo, lebih baik aku berangkat saja sekarang ke sekolah…”

“Sekarang? Kau yakin ingin ke sekolah? Kuat?”

Yoon Hee memaksakan sebuah tawa. Meskipun terasa getir. “Haish, eonnie ini bagaimana? Tadi yang menyuruhku sekolah siapa? Sekarang malah bilang tidak usah…”

Neora tersenyum, kembali merengkuh Yoon Hee dalam pelukannya. “Kau kuat… Kamu tidak serapuh itu…”

Setelah melepaskan pelukannya, Neora kembali bertanya, “Kau mau berangkat sendiri? Aku antar ya…”

“Eonnie bisa?”

Neora mengangguk. “Kalau Senin aku baru ada kuliah jam 11 nanti…”

Yoon Hee mengangguk. Neora membelai perlahan rambut Yoon Hee. “Ya sudah, kau sarapan dulu. Ada nasi goreng sudah disiapkan Bibi di meja makan. Aku siapkan mobil dulu ya…”

Yoon Hee tersenyum tipis sambil kembali mengangguk. Neora kembali menepuk pundak adiknya sebelum beranjak keluar. Sambil menuruni tangga, berbagai pertanyaan kembali memenuhi benak Neora. Satu kepastian bahwa Yoon Hee tengah memiliki masalah dengan Jin Ki memang sudah ada. Tapi yang masih belum bisa dimengerti Neora adalah, kenapa? Apa masalah sebenarnya?

Semenjak dulu hubungan Yoon Hee dan Jin Ki bisa dibilang tidak pernah bergolak. Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi pun hanya sekedar perselisihan sepele yang selesai hanya dalam hitungan jam. Neora mengenal Yoon Hee dengan baik untuk bisa tahu bahwa adiknya itu benar-benar menyayangi Jin Ki. Dan sejauh Neora mengenal Jin Ki, meskipun kelakuan anehnya seringkali menyebabkan Neora merasa geli, Neora bisa merasakan bahwa Jin Ki juga benar-benar menyayangi Yoon Hee.

Masih dengan berbagai pertanyaan itu berputar di benaknya, Neora meraih kunci mobil dari atas bufet. Belum sampai langkahnya membawanya di pintu depan, bunyi bel mengejutkan Neora. Sambil mengerutkan kening, Neora melirik ke arah jam antik di sudut ruang tamu.

Siapa yang datang sepagi ini? Neora mengangkat bahu, memutar kunci dan menarik handel pintu. Detik selanjutnya, sosok yang ada di hadapannya membuat Neora sedikit ternganga. Sosok itu pun nampak sedikit salah tingkah ketika sadar bahwa Neora lah yang membukakan pintu.

“Kyu?”

“Oh, Neora…”

Kyu Hyun menyembunyikan tangan kanannya di balik punggung, Tapi terlambat. Neora sudah sempat melihat, bahwa yang ada di tangan itu adalah sebuah buket lili putih. Hati Neora mencelos seketika. Darimana Kyu Hyun tahu? Tapi, seperti biasa, Neora selalu bisa menyembunyikan perasaannya.

“Ada apa Kyu Hyun-ah? Tumben pagi-pagi…” tanya Neora. Meskipun dia sudah bisa menduga jawaban Kyu Hyun.

“Em… Yoon Hee.. ada? Atau sudah berangkat?”

“Ada. Baru mau berangkat…” jawab Neora. Berdoa supaya nada suaranya terdengar biasa saja. “Mau ku panggilkan?”

“Ehm, tentu…” sahut Kyu Hyun. Tersenyum gugup.

Chakkaman…”

Neora melangkah cepat menuju ruang makan. Disana, Yoon Hee tengah meneguk jus jeruknya. Piring berisi nasi goreng di hadapannya nyaris tidak tersentuh.

“Yoon…”

“Ne eonnie?” sahut Yoon Hee setelah menyelesaikan tegukannya. Disekanya bibirnya dengan tissue, lantas Yoon Hee berdiri dan menyelempangkan tasnya.

“Berangkat sekarang eonnie?”

Neora tersenyum kecil. “Iya… Tapi, sepertinya aku tidak jadi mengantarmu…”

“Ho? Wae?” Yoon Hee mengerutkan keningnya.

“Ada yang sudah menjemputmu di depan…” jelas Neora.

Neora bisa melihat binar harapan yang terbit di mata Yoon Hee, dan sontak membuat Neora merasa tidak tega. Tapi sebelum dia bisa menjelaskan lebih lanjut, Yoon Hee sudah tergesa beranjak dari kursinya.

“Pasti Moon ya? Ya sudah, aku berangkat sekarang ya eonnie…”

“Eh, Yoon Hee-ya…” cegah Neora. Tapi Yoon Hee sudah terlanjur berlari, menuju pintu depan, dengan binar harapan yang mencerahkan matanya.

Neora menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. “Bukan saengie…” bisiknya perlahan, pada kursi yang tadi diduduki Yoon Hee. “Bukan dia….” Tambah Neora lagi, berbicara pada udara kosong. Neora menggeleng perlahan, lalu berbalik.

***

Dengan hati yang melambung penuh harap, Yoon Hee setengah berlari menuju pintu depan.

“Moo…”

Sapaan tadi tergantung tanpa terselesaikan di bibirnya saat Yoon Hee melihat siapa sosok yang tengah berdiri menunggunya.

“Eh…” kata Yoon Hee akhirnya, sambil menelan rasa pahit atas harapannya yang ternyata sekedar mimpi belaka.

“Annyeong Yoon Hee-ya…” sapa Kyu Hyun perlahan. Dalam hati Kyu Hyun menahan kecewa melihat ekspresi gadis itu. Meskipun dia sudah bisa menduganya, karena toh Kyu Hyun juga mengerti, bukan dirinya lah yang dinantikan oleh Yoon Hee.

“Ada apa Oppa?” tanya Yoon Hee, berusaha memaksakan sedikit senyuman.

Kyu Hyun menggeleng. “Anniyo. Hanya.. Ingin tahu saja bagaimana keadaanmuu.”

Yoon Hee mengangkat bahu. “Oh…”

“Kau, tidak apa-apa kan?”

Yoon Hea memilih untuk tidak menjawab pertanyaan itu. Dia hanya diam, memandangi lantai yang dipijaknya.

“Ini…” suara Kyu Hyun terdengar lagi, memaksa Yoon Hee untuk mengangkat kepala. Dan sebuket bunga lili tersodor di hadapannya. Yoon Hee mengangkat alis, sedikit ternganga.

“Oppa…”

“Untukmu…” entah mengapa, Kyu Hyun merasa suaranya sedikit gemetar. Mungkin karena wajah manis yang ada di hadapannya itu. Mungkin karena mata bulat bening yang menatapnya dengan keheranan. Entahlah. Tiba-tiba saja Kyu Hyun merasa gugup sendiri, seiring dengan detak jantung yang tiba-tiba berkejaran di dadanya.

“Untukku?”

Kyu Hyun hanya bisa mengangguk. Tapi dia lalu buru-buru bertanya. “Ehm, tapi benar kan, kau menyukai lili putih?”

Yoon Hee mengangguk kecil sambil menerima buket bunga itu. Ada senyuman kecil di bibirnya. “Iya Oppa…”

Kyu Hyun menghela nafas lega. Baguslah.

“Tapi, oppa tahu darimana kalau aku suka lili putih?” Yoon Hee sedikit mengerutkan kening.

“Oh, dari…” Kyu Hyun memutar otak, mencari cara untuk bisa menjawab pertanyaan itu tanpa harus mengungkapkan yang sebenarnya.

“Yoon? Belum berangkat juga?”

Yoon Hee menoleh ke arah Neora yang tiba-tiba saja sudah ada di belakangnya. Sementara Kyu Hyun diam-diam menghembuskan nafas. Merasa terselamatkan oleh kemunculan Neora.

“Aigooo.. Baiklah, bisa-bisa aku telat. Kajja eonnie… Eonnie sudah siap?”

“Eh, Um… bagimana kalau aku saja yang mengantarmu ke sekolah?” tawar Kyu Hyun tiba-tiba. Sontak membuat Yoon Hee menoleh ke arah Kyu Hyun.

“Hah? Eh, tidak usah Oppa. Biar aku berangkat dengan Neora eonnie saja…” sahut Yoon Hee, sambil menengok ke arah Neora, seakan menegaskan kata-katanya tadi.

“Iy…” Neora sempat hendak menganggukkan kepala. Tapi sebelum ucapannya tuntas, Neora bisa menangkap ekspresi memohon di wajah Kyu Hyun. Dan seutas kata yang diucapkan tanpa suara. “Please…”

Neora menarik nafas. “Iya, tapi aku baru ingat kalau aku ada janji asistensi dengan dosenku, mian Yoon Hee-ya…”

“Yah.. eonnie..” Yoon Hee sedikit merengut. Kecewa atas penolakan Neora. Bukankah Neora yang tadi pertama kali berjanji akan mengantarnya?

Neora menyeringai, “Miaaaaaanhae… aku baru ingat.. Kyu Hyun-ah, tolong antar adikku ya? Kau mau kan?”

Kyu Hyun mengangguk cepat, bahkan terlihat sedikit terlalu bersemangat. “Tentu saja! Eh, maksudku, boleh saja… lagipula aku tidak ada jadwal kuliah hari ini…”

Dengan segan Yoon Hee memandangi Kyu Hyun. “Um… Tidak usah, oppa.. merepotkan saja aku ini…”

“Aniyo! Tidak merepotkan sama sekali..”

“Haish sudah sudah… kau ini bagaimana? Mumpung ada yang mau mengantar. Sudah sanaaaa…” Neora mendorong Yoon Hee yang sedari tadi masih berdiri di birai pintu.

“Ahhh… Eonnieeee…”

“Ya!! Daripada kau telat?” tukas Neora. “Lagipula, tak ada ruginya diantar Kyu Hyun… Kan Kyu Hyun tampaaaan… Ya kan Kyu Hyun-ah?” Mendengar ucapan Neora tadi, sontak wajah Kyu Hyun memerah.

“Haish, eonnieeeeee..” protes Yoon Hee, merasa semakin tidak nyaman dengan situasi seperti ini, apalagi melihat semburat merah di wajah Kyu Hyun yang nampak salah tingkah.

“Sudah sana… Berangkat sana… Hus hus… Nanti kalau kau telat aku yang disalahkan. Sana berangkat…” Neora menggerak-gerakkan tangannya, seakan mengusir mereka berdua.

“Kajja, sebelum jalanan macet…” kata Kyu Hyun sambil memainkan kunci mobil di tangannya.

Yoon Hee menoleh, “Oppa sungguh tidak keberatan mengantarku?”

“Sungguh. Lagipula sekaligus bernoslatgia. Aku kan alumni di sekolah itu juga…”

“Halah, dia masih ingat Kyuuuu.. Kau kan waktu kelas 3 dulu kalau kerja kelompok di sini hobinya menghabiskan kue ku…” sela Neora, menyinggung-nyinggung kebiasaan Kyu Hyun waktu ia dan Kyu Hyun masih sekelas di tahun terakhir mereka di SMA, dua tahun yang lalu.

“Hais, kau ini… yang diingat hanya bagian yang jelek saja! Lagipula kan….” protes Kyu Hyun.

“Ya! Sudah! Berangkat sekarang sana… Kasihan adikku kalau sampai telat.” Neora memotong kata-kata Kyu Hyun tadi.

Yoon Hee menghela nafas dan melirik jam tangannya. Dia memang harus berangkat sekarang kalau tidak ingin terjebak macet di jalan.

“Ya sudah… Kyu Hyun Oppa, tidak keberatan mengantarku?”

“Aigo Yoon Hee-ya… Kau sudah menanyakan hal yang sama sampai dua kali. Kyu Hyun benar-benar tidak keberatan kok. Dia malah senang sekali bisa mengantarmu. Ya kan Kyu Hyun-ah?”

Kyu Hyun tidak menanggapi kata-kata Neora tadi. Dia lebih memilih untuk tersenyum ke arah Yoon Hee. “Iya.. sungguh. Kajja, kita berangkat..”

Yoon Hee mengangguk, lalu menoleh ke arah Neora. “Eonnie, aku berangkat dulu ya… Tolong pamitkan ke eomma. Tadi waktu aku sarapan, sepertinya eomma masih mandi…”

Neora hanya mengacungkan jempolnya sambil tersenyum lebar. Dia lalu memandangi Yoon Hee yang berjalan berdampingan dengan Kyu Hyun, hingga mereka berdua masuk ke dalam Picanto hitam yang terparkir di depan gerbang rumah mereka. Selanjutnya, derum mobil itu membawa Kyu Hyun dan Yoon Hee pergi.

Begitu suara mobil itu menghilang dari pendengarannya, senyum lebar tadi langsung pupus begitu saja dari bibir Neora. Dia mendongak, menutup matanya, lalu tersenyum pahit. Dia menarik nafas panjang, dalam hati merasa geli sendiri, betapa hidup sering kali membawa berbagai kejutan.

Neora menggeleng pelan, lalu menutup pintu perlahan.

Tidak ada yang perlu tahu tentang beberapa rahasia, yang cukup hanya menjadi pengisi salah satu sekat kosong dalam hatinya sendiri.

***

Jin Ki mematikan mesin mobil, lalu dengan ragu-ragu memandangi rumah bertingkat itu dari jendela mobil. Pilar-pilar tinggi yang menyangga konstruksi utama rumah bergaya mediteranian itu nampak menimbulkan kesan serupa dengan rumah-rumah lain di kompleks elit ini. Anggun, namun angkuh, seakan tak tersentuh. Jin Ki menghela nafas. Dia memang tidak begitu familiar dengan lingkungan semacam ini. Sebelumnya, baru dua kali dia menginjakkan kaki di rumah itu. Ini adalah kedatangannya yang ketiga. Jin Ki melirik jam tangannya, belum terlalu jauh bergeser dari pukul 7 pagi. Dia tersenyum kecil.

Di kehidupannya yang lama, saat ini mestinya dia tengah tertawa-tawa bersama Yoon Hee dalam perjalanan mereka ke sekolah gadis itu. Sekolah yang dulu mempertemukan mereka, saat Yoon Hee berstatus sebagai siswa kelas 1, dan Jin Ki sebagai seorang kakak senior yang hanya setahun lebih tua daripada Yoon Hee. Jin Ki memejamkan mata, menikamati sedikit rasa perih yang terasa mengiris di dadanya. Dia ingat, ini hari Senin, biasanya Yoon Hee akan sedikit lebih cerewet, memaksa Jin Ki mempercepat laju mobilnya. Mengomel tentang rasa takutnya kalau-kalau dia terlambat ikut upacara bendera.

Jin Ki membuka matanya kembali, pemandangan yang menyambutnya masih sama. Pagar tinggi bercat putih, dengan jeruji-jeruji besi di beberapa bagian. Seakan ingin menegaskan bahwa rumah itu merupakan kastil perlindungan bagi sang tuan putri yang tinggal disana.

Jin Ki memantapkan hatinya, lalu turun dari mobil.

“Permisi…” seru Jin Ki, berusaha menarik perhatian seorang wanita  yang tengah sibuk menyapu halaman di salah satu sudut taman depan rumah itu. Yang dipanggil menoleh, lalu bangkit dan berjalan sedikit tergopoh.

“Cari siap…” kata-kata wanita paruh baya itu terpotong begitu dia mengenali wajah tampan Jin Ki. Raut wajahnya yang semula datar langsung berganti dengan sebuah senyuman cerah.

“Oh, Tuan Muda Lee, yang kemarin pernah datang itu ya? Teman Nona, kan? Mau bertemu dengan Nona ya? Sebentar Tuan Muda, saya bukakan pagarnya…”

***

TBC

Jeng jeeeeeng~
sepertinya Kyu gerak cepat yaaa... Tau-tau udah mulai pedekate aja. Lagians, kayaknyaaa.. Jin Ki juga pedekate sama orang lain tuh -_- #timpuk-Jinki-pake-cinta #eh?
Emmm... Jadi, masih ada yang nunggu Part 4?  >_< #habis-lebaran-ya:p
Care to leave any comments or tracks? I would really appreciate it if you do :)
MINAL AIDIN WAL FAIDZIN semuanya ^^v
-Yoon-Fanfiction       : QUASIMODO / 3
Author                        : Yoon
Cast                 :
·         Lee Jin Ki
·         Han Yoon Hee
·         Cho Kyu Hyun
·         Han Neora
·         Yg lain muncul bergantian:p
Genre              : apa aja boleeee[?]
Length                        : Chaptered
Disclaimer       : FF ini milik SAYA^^!!! Han Yoon Hee MILIK Lee Jin Ki xD Lee Jin Ki milik…. banyak orang ._. #ngenes #abaikan
Happy reading^^
++++++

Yoon Hee bertemu dengan Kyu Hyun yang akhirnya mengantarkannya pulang. Keesokan paginya, Jin Ki mmembeli sebuket krisan kuning, bukan untuk Yoon Hee. Untuk siapakah? Bukankah Jin Ki sendiri yakin bahwa dia masih menyayangi Yoon Hee?

***

Was it something I said to make you turn away?
To make you walk out and leave me cold
If I could just find a way to make it so that you were right here
But right now..

I've drove myself insane, wishing I could touch your face
But the truth remains..

You're gone..
You're gone..
Baby you're gone

(Gone - N' Sync)

***

Tanpa semangat, Yoon Hee menyisir rambut panjangnya yang melewati bahu. Seandainya tidak mengingat bahwa dalam hitungan minggu dia harus menempuh ujian, mungkin dia lebih memilih untuk meringkuk di balik selimut saja seharian ini, Atau mungkin dua hari. Atau bahkan seminggu.

Yoon Hee meletakkan sisir rambutnya di atas meja rias, menatap hampa ke arah bayangannya yang balik menatapnya. Ada lingkaran hitam di bawah kedua matanya yang nampak sayu.

“Mata panda…” keluh Yoon Hee pada dirinya sendiri.

Ketukan halus di pintu tidak membuat Yoon Hee menoleh. Dia hanya menyahut malas-malasan sambil memilih-milih jepit rambut yang akan dia pakai hari ini. “Masuk…”

Derit pintu yang terbuka mengantarkan Neora masuk ke dalam. Neora melangkah mendekati Yoon Hee, menepuk kedua pundak adiknya.

“Sekolah?”

“Bolehkah kalau aku bolos saja?” tanya Yoon Hee, menoleh ke arah Neora.

Neora mengangguk. “Terserah kau saja…”

Yoon Hee kembali menekuri pantulan wajahnya di cermin, sementara Neora memilih untuk duduk di tempat tidur beralaskan bed cover warna biru muda.

“Aku bolos saja ya eonnie.. Bilang saja pada eomma kalau aku sakit, atau yang lainnya…”

Neora diam sesaat sebelum menyahut. “Terserah, tapi.. kau di rumah mau apa? Mau menangis seharian?”

Yoon Hee menunduk, memainkan jarinya di permukaan halus meja riasnya. Dia tahu, Neora tidak bermaksud jahat. Dari dulu kakaknya itu memang selalu berbicara tepat pada sasaran.

“Aku tahu Yoon Hee-ya, kau tidak selemah itu… Kau pasti kuat…”

Yoon Hee mengangguk pelan tanpa mengangkat wajahnya.  

Neora menatap punggung adiknya dengan iba. Dugaannya semakin kuat. Ini pati ada hubungannya dengan Jin Ki.

“Memangnya ada apa denganmu?” tanya Neora perlahan.

Tidak ada jawaban.

“Kau… bertengkar dengan Jin Ki?”

Sekarang Neora bisa melihat pundak Yoon Hee yang bergetar halus. Neora bangkit, memeluk adiknya dari belakang.

“It’s okay… You still have me…” bisik Neora perlahan. Berusaha menguatkan Yoon Hee yang tengah berusaha sekuat tenaga menahan aliran duka yang semenjak semalam terus membebaninya.

Untuk beberapa lama, Neora terus memeluk Yoon Hee, berusaha meyakinkan Yoon Hee lewat pelukannya, bahwa Yoon Hee masih punya tempat bersandar. Mencoba meredam getaran halus di pundak Yoon Hee. Membiarkan isak tangis itu berlabuh di pelukannya.

Setelah beberapa lama, akhirnya isakan Yoon Hee mereda. Neora melonggarkan pelukannya.

“Bagimana? Sudah mau menceritakannya?”

Yoon Hee menggigit bibir. Menimbang-nimbang sesaat, lalu menggeleng pelan. “Nanti saja eonnie…”

“Ya sudah… mau istirahat saja sekarang?”

Yoon Hee menggeleng, menoleh ke arah jam dinding. “Aniyo, lebih baik aku berangkat saja sekarang ke sekolah…”

“Sekarang? Kau yakin ingin ke sekolah? Kuat?”

Yoon Hee memaksakan sebuah tawa. Meskipun terasa getir. “Haish, eonnie ini bagaimana? Tadi yang menyuruhku sekolah siapa? Sekarang malah bilang tidak usah…”

Neora tersenyum, kembali merengkuh Yoon Hee dalam pelukannya. “Kau kuat… Kamu tidak serapuh itu…”

Setelah melepaskan pelukannya, Neora kembali bertanya, “Kau mau berangkat sendiri? Aku antar ya…”

“Eonnie bisa?”

Neora mengangguk. “Kalau Senin aku baru ada kuliah jam 11 nanti…”

Yoon Hee mengangguk. Neora membelai perlahan rambut Yoon Hee. “Ya sudah, kau sarapan dulu. Ada nasi goreng sudah disiapkan Bibi di meja makan. Aku siapkan mobil dulu ya…”

Yoon Hee tersenyum tipis sambil kembali mengangguk. Neora kembali menepuk pundak adiknya sebelum beranjak keluar. Sambil menuruni tangga, berbagai pertanyaan kembali memenuhi benak Neora. Satu kepastian bahwa Yoon Hee tengah memiliki masalah dengan Jin Ki memang sudah ada. Tapi yang masih belum bisa dimengerti Neora adalah, kenapa? Apa masalah sebenarnya?

Semenjak dulu hubungan Yoon Hee dan Jin Ki bisa dibilang tidak pernah bergolak. Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi pun hanya sekedar perselisihan sepele yang selesai hanya dalam hitungan jam. Neora mengenal Yoon Hee dengan baik untuk bisa tahu bahwa adiknya itu benar-benar menyayangi Jin Ki. Dan sejauh Neora mengenal Jin Ki, meskipun kelakuan anehnya seringkali menyebabkan Neora merasa geli, Neora bisa merasakan bahwa Jin Ki juga benar-benar menyayangi Yoon Hee.

Masih dengan berbagai pertanyaan itu berputar di benaknya, Neora meraih kunci mobil dari atas bufet. Belum sampai langkahnya membawanya di pintu depan, bunyi bel mengejutkan Neora. Sambil mengerutkan kening, Neora melirik ke arah jam antik di sudut ruang tamu.

Siapa yang datang sepagi ini? Neora mengangkat bahu, memutar kunci dan menarik handel pintu. Detik selanjutnya, sosok yang ada di hadapannya membuat Neora sedikit ternganga. Sosok itu pun nampak sedikit salah tingkah ketika sadar bahwa Neora lah yang membukakan pintu.

“Kyu?”

“Oh, Neora…”

Kyu Hyun menyembunyikan tangan kanannya di balik punggung, Tapi terlambat. Neora sudah sempat melihat, bahwa yang ada di tangan itu adalah sebuah buket lili putih. Hati Neora mencelos seketika. Darimana Kyu Hyun tahu? Tapi, seperti biasa, Neora selalu bisa menyembunyikan perasaannya.

“Ada apa Kyu Hyun-ah? Tumben pagi-pagi…” tanya Neora. Meskipun dia sudah bisa menduga jawaban Kyu Hyun.

“Em… Yoon Hee.. ada? Atau sudah berangkat?”

“Ada. Baru mau berangkat…” jawab Neora. Berdoa supaya nada suaranya terdengar biasa saja. “Mau ku panggilkan?”

“Ehm, tentu…” sahut Kyu Hyun. Tersenyum gugup.

Chakkaman…”

Neora melangkah cepat menuju ruang makan. Disana, Yoon Hee tengah meneguk jus jeruknya. Piring berisi nasi goreng di hadapannya nyaris tidak tersentuh.

“Yoon…”

“Ne eonnie?” sahut Yoon Hee setelah menyelesaikan tegukannya. Disekanya bibirnya dengan tissue, lantas Yoon Hee berdiri dan menyelempangkan tasnya.

“Berangkat sekarang eonnie?”

Neora tersenyum kecil. “Iya… Tapi, sepertinya aku tidak jadi mengantarmu…”

“Ho? Wae?” Yoon Hee mengerutkan keningnya.

“Ada yang sudah menjemputmu di depan…” jelas Neora.

Neora bisa melihat binar harapan yang terbit di mata Yoon Hee, dan sontak membuat Neora merasa tidak tega. Tapi sebelum dia bisa menjelaskan lebih lanjut, Yoon Hee sudah tergesa beranjak dari kursinya.

“Pasti Moon ya? Ya sudah, aku berangkat sekarang ya eonnie…”

“Eh, Yoon Hee-ya…” cegah Neora. Tapi Yoon Hee sudah terlanjur berlari, menuju pintu depan, dengan binar harapan yang mencerahkan matanya.

Neora menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. “Bukan saengie…” bisiknya perlahan, pada kursi yang tadi diduduki Yoon Hee. “Bukan dia….” Tambah Neora lagi, berbicara pada udara kosong. Neora menggeleng perlahan, lalu berbalik.

***

Dengan hati yang melambung penuh harap, Yoon Hee setengah berlari menuju pintu depan.

“Moo…”

Sapaan tadi tergantung tanpa terselesaikan di bibirnya saat Yoon Hee melihat siapa sosok yang tengah berdiri menunggunya.

“Eh…” kata Yoon Hee akhirnya, sambil menelan rasa pahit atas harapannya yang ternyata sekedar mimpi belaka.

“Annyeong Yoon Hee-ya…” sapa Kyu Hyun perlahan. Dalam hati Kyu Hyun menahan kecewa melihat ekspresi gadis itu. Meskipun dia sudah bisa menduganya, karena toh Kyu Hyun juga mengerti, bukan dirinya lah yang dinantikan oleh Yoon Hee.

“Ada apa Oppa?” tanya Yoon Hee, berusaha memaksakan sedikit senyuman.

Kyu Hyun menggeleng. “Anniyo. Hanya.. Ingin tahu saja bagaimana keadaanmuu.”

Yoon Hee mengangkat bahu. “Oh…”

“Kau, tidak apa-apa kan?”

Yoon Hea memilih untuk tidak menjawab pertanyaan itu. Dia hanya diam, memandangi lantai yang dipijaknya.

“Ini…” suara Kyu Hyun terdengar lagi, memaksa Yoon Hee untuk mengangkat kepala. Dan sebuket bunga lili tersodor di hadapannya. Yoon Hee mengangkat alis, sedikit ternganga.

“Oppa…”

“Untukmu…” entah mengapa, Kyu Hyun merasa suaranya sedikit gemetar. Mungkin karena wajah manis yang ada di hadapannya itu. Mungkin karena mata bulat bening yang menatapnya dengan keheranan. Entahlah. Tiba-tiba saja Kyu Hyun merasa gugup sendiri, seiring dengan detak jantung yang tiba-tiba berkejaran di dadanya.

“Untukku?”

Kyu Hyun hanya bisa mengangguk. Tapi dia lalu buru-buru bertanya. “Ehm, tapi benar kan, kau menyukai lili putih?”

Yoon Hee mengangguk kecil sambil menerima buket bunga itu. Ada senyuman kecil di bibirnya. “Iya Oppa…”

Kyu Hyun menghela nafas lega. Baguslah.

“Tapi, oppa tahu darimana kalau aku suka lili putih?” Yoon Hee sedikit mengerutkan kening.

“Oh, dari…” Kyu Hyun memutar otak, mencari cara untuk bisa menjawab pertanyaan itu tanpa harus mengungkapkan yang sebenarnya.

“Yoon? Belum berangkat juga?”

Yoon Hee menoleh ke arah Neora yang tiba-tiba saja sudah ada di belakangnya. Sementara Kyu Hyun diam-diam menghembuskan nafas. Merasa terselamatkan oleh kemunculan Neora.

“Aigooo.. Baiklah, bisa-bisa aku telat. Kajja eonnie… Eonnie sudah siap?”

“Eh, Um… bagimana kalau aku saja yang mengantarmu ke sekolah?” tawar Kyu Hyun tiba-tiba. Sontak membuat Yoon Hee menoleh ke arah Kyu Hyun.

“Hah? Eh, tidak usah Oppa. Biar aku berangkat dengan Neora eonnie saja…” sahut Yoon Hee, sambil menengok ke arah Neora, seakan menegaskan kata-katanya tadi.

“Iy…” Neora sempat hendak menganggukkan kepala. Tapi sebelum ucapannya tuntas, Neora bisa menangkap ekspresi memohon di wajah Kyu Hyun. Dan seutas kata yang diucapkan tanpa suara. “Please…”

Neora menarik nafas. “Iya, tapi aku baru ingat kalau aku ada janji asistensi dengan dosenku, mian Yoon Hee-ya…”

“Yah.. eonnie..” Yoon Hee sedikit merengut. Kecewa atas penolakan Neora. Bukankah Neora yang tadi pertama kali berjanji akan mengantarnya?

Neora menyeringai, “Miaaaaaanhae… aku baru ingat.. Kyu Hyun-ah, tolong antar adikku ya? Kau mau kan?”

Kyu Hyun mengangguk cepat, bahkan terlihat sedikit terlalu bersemangat. “Tentu saja! Eh, maksudku, boleh saja… lagipula aku tidak ada jadwal kuliah hari ini…”

Dengan segan Yoon Hee memandangi Kyu Hyun. “Um… Tidak usah, oppa.. merepotkan saja aku ini…”

“Aniyo! Tidak merepotkan sama sekali..”

“Haish sudah sudah… kau ini bagaimana? Mumpung ada yang mau mengantar. Sudah sanaaaa…” Neora mendorong Yoon Hee yang sedari tadi masih berdiri di birai pintu.

“Ahhh… Eonnieeee…”

“Ya!! Daripada kau telat?” tukas Neora. “Lagipula, tak ada ruginya diantar Kyu Hyun… Kan Kyu Hyun tampaaaan… Ya kan Kyu Hyun-ah?” Mendengar ucapan Neora tadi, sontak wajah Kyu Hyun memerah.

“Haish, eonnieeeeee..” protes Yoon Hee, merasa semakin tidak nyaman dengan situasi seperti ini, apalagi melihat semburat merah di wajah Kyu Hyun yang nampak salah tingkah.

“Sudah sana… Berangkat sana… Hus hus… Nanti kalau kau telat aku yang disalahkan. Sana berangkat…” Neora menggerak-gerakkan tangannya, seakan mengusir mereka berdua.

“Kajja, sebelum jalanan macet…” kata Kyu Hyun sambil memainkan kunci mobil di tangannya.

Yoon Hee menoleh, “Oppa sungguh tidak keberatan mengantarku?”

“Sungguh. Lagipula sekaligus bernoslatgia. Aku kan alumni di sekolah itu juga…”

“Halah, dia masih ingat Kyuuuu.. Kau kan waktu kelas 3 dulu kalau kerja kelompok di sini hobinya menghabiskan kue ku…” sela Neora, menyinggung-nyinggung kebiasaan Kyu Hyun waktu ia dan Kyu Hyun masih sekelas di tahun terakhir mereka di SMA, dua tahun yang lalu.

“Hais, kau ini… yang diingat hanya bagian yang jelek saja! Lagipula kan….” protes Kyu Hyun.

“Ya! Sudah! Berangkat sekarang sana… Kasihan adikku kalau sampai telat.” Neora memotong kata-kata Kyu Hyun tadi.

Yoon Hee menghela nafas dan melirik jam tangannya. Dia memang harus berangkat sekarang kalau tidak ingin terjebak macet di jalan.

“Ya sudah… Kyu Hyun Oppa, tidak keberatan mengantarku?”

“Aigo Yoon Hee-ya… Kau sudah menanyakan hal yang sama sampai dua kali. Kyu Hyun benar-benar tidak keberatan kok. Dia malah senang sekali bisa mengantarmu. Ya kan Kyu Hyun-ah?”

Kyu Hyun tidak menanggapi kata-kata Neora tadi. Dia lebih memilih untuk tersenyum ke arah Yoon Hee. “Iya.. sungguh. Kajja, kita berangkat..”

Yoon Hee mengangguk, lalu menoleh ke arah Neora. “Eonnie, aku berangkat dulu ya… Tolong pamitkan ke eomma. Tadi waktu aku sarapan, sepertinya eomma masih mandi…”

Neora hanya mengacungkan jempolnya sambil tersenyum lebar. Dia lalu memandangi Yoon Hee yang berjalan berdampingan dengan Kyu Hyun, hingga mereka berdua masuk ke dalam Picanto hitam yang terparkir di depan gerbang rumah mereka. Selanjutnya, derum mobil itu membawa Kyu Hyun dan Yoon Hee pergi.

Begitu suara mobil itu menghilang dari pendengarannya, senyum lebar tadi langsung pupus begitu saja dari bibir Neora. Dia mendongak, menutup matanya, lalu tersenyum pahit. Dia menarik nafas panjang, dalam hati merasa geli sendiri, betapa hidup sering kali membawa berbagai kejutan.

Neora menggeleng pelan, lalu menutup pintu perlahan.

Tidak ada yang perlu tahu tentang beberapa rahasia, yang cukup hanya menjadi pengisi salah satu sekat kosong dalam hatinya sendiri.

***

Jin Ki mematikan mesin mobil, lalu dengan ragu-ragu memandangi rumah bertingkat itu dari jendela mobil. Pilar-pilar tinggi yang menyangga konstruksi utama rumah bergaya mediteranian itu nampak menimbulkan kesan serupa dengan rumah-rumah lain di kompleks elit ini. Anggun, namun angkuh, seakan tak tersentuh. Jin Ki menghela nafas. Dia memang tidak begitu familiar dengan lingkungan semacam ini. Sebelumnya, baru dua kali dia menginjakkan kaki di rumah itu. Ini adalah kedatangannya yang ketiga. Jin Ki melirik jam tangannya, belum terlalu jauh bergeser dari pukul 7 pagi. Dia tersenyum kecil.

Di kehidupannya yang lama, saat ini mestinya dia tengah tertawa-tawa bersama Yoon Hee dalam perjalanan mereka ke sekolah gadis itu. Sekolah yang dulu mempertemukan mereka, saat Yoon Hee berstatus sebagai siswa kelas 1, dan Jin Ki sebagai seorang kakak senior yang hanya setahun lebih tua daripada Yoon Hee. Jin Ki memejamkan mata, menikamati sedikit rasa perih yang terasa mengiris di dadanya. Dia ingat, ini hari Senin, biasanya Yoon Hee akan sedikit lebih cerewet, memaksa Jin Ki mempercepat laju mobilnya. Mengomel tentang rasa takutnya kalau-kalau dia terlambat ikut upacara bendera.

Jin Ki membuka matanya kembali, pemandangan yang menyambutnya masih sama. Pagar tinggi bercat putih, dengan jeruji-jeruji besi di beberapa bagian. Seakan ingin menegaskan bahwa rumah itu merupakan kastil perlindungan bagi sang tuan putri yang tinggal disana.

Jin Ki memantapkan hatinya, lalu turun dari mobil.

“Permisi…” seru Jin Ki, berusaha menarik perhatian seorang wanita  yang tengah sibuk menyapu halaman di salah satu sudut taman depan rumah itu. Yang dipanggil menoleh, lalu bangkit dan berjalan sedikit tergopoh.

“Cari siap…” kata-kata wanita paruh baya itu terpotong begitu dia mengenali wajah tampan Jin Ki. Raut wajahnya yang semula datar langsung berganti dengan sebuah senyuman cerah.

“Oh, Tuan Muda Lee, yang kemarin pernah datang itu ya? Teman Nona, kan? Mau bertemu dengan Nona ya? Sebentar Tuan Muda, saya bukakan pagarnya…”

***

TBC

Jeng jeeeeeng~
sepertinya Kyu gerak cepat yaaa... Tau-tau udah mulai pedekate aja. Lagians, kayaknyaaa.. Jin Ki juga pedekate sama orang lain tuh -_- #timpuk-Jinki-pake-cinta #eh?
Care to leave any comments or tracks? I would really appreciate it if you do :)
-Yoon-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar