Halaman

Sabtu, 08 September 2012

Drabble || RINAI TERAKHIR || By : YOON


  || RINAI TERAKHIR ||




            Tidak ada perbincangan yang berarti semenjak kita berdua sampai di sini. Hanya saling menyapa sesaat, juga saling menanyakan apa yang ingin dipesan. Selebihnya kita berdiam diri dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Bahkan sampai sekarang, ketika apa yang kita pesan sudah mendarat di atas meja,
 


tidak banyak yang berubah. Kini kau tekun menyesap kopimu sementara aku termangu-mangu menghitung rinai gerimis yang mulai jatuh satu demi satu.




            “Jadi, ada apa Taemin-ah?” aku akhirnya menyerah lantas bertanya meski sesungguhnya ada takut yang mengintai dari jauh. Takut akan jawaban yang kau lontarkan nantinya.

            Kau berhenti menyesap kopimu dan beralih menatapku dengan cara.... yang selalu aku kagumi.

           “Aku akan berangkat minggu depan, Yoon Ra-ya. Kau tahu?”

            Aku mengangguk dan memaksakan seulas senyum untukmu. “Sekarang aku tahu,” sahutku, tidak mampu menyembunyikan muram yang menelusupi suaraku. “Itu berarti aku akan segera melihatmu memainkan musik dengan sesungguhnya, kan?”

           Kau terdiam sesaat.

            “Segera, ya?” kau bertanya. “Aku bahkan tidak tahu butuh berapa lama sampai aku bisa begitu. Sekolah musik di Amerika kedengarannya tidak mudah.”

            Aku menyentuh tanganmu dan menggenggamnya tanpa ragu. Sama tanpa ragunya saat aku berkata, “kau pasti bisa.”

            Kau tersenyum dan mengacak-acak rambutku. Kemudian kau terlihat termenung sebentar sebelum bertanya dengan pelan, “kau tidak apa-apa?”

    "Maksudmu?"

    "Kau tidak apa-apa... jika aku pergi?"

            Aku tersenyum. “Jangan pernah jadikan aku sebagai penghalang bagimu untuk meraih mimpi. Aku tidak ingin menjadi seperti itu.”

    Harusnya kau tahu, mana mungkin aku sanggup menahanmu, sementara kau akan bahagia jika dapat meraih semua itu.
    Harusnya kau tahu, aku akan sangat bahagia melihatmu berhasil kelak.
    Harusnya Kau tahu, Taemin-ah. Aku bahkan rela jika takdir menuntutku hanya sekedar menjadi 'jembatan' bagi jalanmu. Sesederhana itu.

            “Terima kasih,” ucapmu dengan sungguh-sungguh. “Kau... mau menungguku kembali?” tanyamu ragu.

            “Asalkan kau mau memenuhi satu permintaanku,” ucapku.

            “Apa itu?”

            “Temani aku bermain hujan hingga rinai terakhir,” kataku.

            Dan, kau pun mengangguk tanpa sedetik pun ragu.

            “Aku akan menunggumu kalau begitu.” ujarku, yang berhasil membuatmu tersenyum semakin menawan padaku.

            Lalu, kau dan aku pun melangkah keluar dari kafe ini dan bermain hujan. Orang-orang di sekitar memandang kita dengan aneh. Namun, aku tidak peduli. Hanya dengan begini aku bisa menangis tanpa sembunyi-sembunyi, tanpa kau ketahui.








--- END ---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar