Halaman

Sabtu, 27 Oktober 2012

Izinkan Aku Bercerita *A One-Shot-Fan Fiction-Story*





Izinkan aku bercerita. Tentang perasaan ini. Ah, tapi bagaimana mungkin? Betapa sukarnya menguraikan rasa ini lewat kata-kata.

Jumat, 19 Oktober 2012

Memang Benar






Kau adalah purnama atas malam yang pekat.

Kau bersinar. Dan aku mengagumimu, dalam diam yang

wajar.




LANGIT






Menyaksikan Tuhan memoles langit dengan warna-warni

indah seperti itu, rasanya tak cukup kalau aku

katakan bahwa aku takjub. Aku tidak habis-habisnya

mensyukuri hidup yang indah meski terkadang membuat

aku takut.

Untukmu, Pangeran Buruk Rupa




Hai kamu,

Pangeran Buruk Rupa yang sangat kukagumi  senyumnya.



Biar kuselesaikan saat ini juga.

Bait-Bait yang Kutulis untuk Kau Baca Esok




Dahulu ia bernama engkau, sedang kini kusebut ia

rindu yang risau.




TAK SEPERTI DONGENG



Kau tak akan melihat gadis jelita mengejarmu dengan sepatu kaca.



Sepatuku bertali, sehingga tak akan lepas saat

mengejarmu yang kian berlari.

QUASIMODO || Kepingan Ketujuh




PART 7: Feelings Left Unseen, Things Left Untold

Di Part 6 kemaren, ada Jin Ki dan Hye Rim. Tapi kalo masih pada inget, di Part 5 yang kemarennya lagi, Kyu Hyun mau jemput seseorang. Siapa? Siapa? Siapaaaa?
Find out the answer here, in this part.

***

Beggin, beggin you…
Put your love in hand out baby
Beggin, beggin you…
Put your love in hand out darling
(Madcon – Beggin’)

***

Kyu Hyun mematikan mesin mobilnya. Dia menimbang-nimbang sejenak, perlu atau tidakkah ia turun dari mobil. Setengah hatinya ingin turun dan menyapa gadis itu. Tapi setengah hatinya lagi merasa segan, melihat betapa gadis itu nampak tengah akrab bercanda dengan seorang lelaki berpostur sedang.

Tanpa sadar, Kyu Hyun mengetuk-ngetukkan telunjuknya di dagu. Sedikit merasa kesal, bukankah gadis itu tahu bahwa dia akan datang untuk menjemputnya?

Hei, kenapa ia harus merasa kesal?

Kyu Hyun menggeleng sendiri, lalu meraih ponsel dari balik saku celananya. Dengan cepat dia menekan sejumlah tombol yang menghubungkannya dengan gadis itu. Sambil mendengarkan nada panggil, Kyu Hyun mengamati gerak-gerik gadis itu dari balik jendela mobil di hadapannya.

Benar saja, gadis itu nampak menghentikan obrolannya dengan si pria-tinggi-berjambul-aneh itu dan merogoh ke dalam tasnya. Memandangi layar ponsel, lalu mengangkat kepala. Dia melambai ke arah Kyu Hyun, sementara nada panggil di telinga Kyu Hyun berganti menjadi nada-nada pendek, menandakan panggilan Kyu Hyun tadi diakhiri sepihak. Kyu Hyun memasukkan kembali ponsel ke dalam saku celananya. Matanya tak lepas mengiringi gerak-gerik si gadis yang tengah berjalan dengan langkah ringan menuju mobilnya.
  
Pintu mobil terbuka. Si gadis masuk, menghempaskan tubuhnya di kursi penumpang sambil membenahi ikatan rambutnya.

“Siapa?” tanya Kyu Hyun langsung tanpa menutupi rasa tidak suka dalam nada bicaranya.

“Kenapa kau lama sekali huh?” bukannya menjawab pertanyaan Kyu Hyun tadi, gadis itu malah mengeluh.

“Jawab pertanyaanku dulu.” kata Kyu Hyun, masih sedikit kesal.

“Pertanyaan yang mana?”

“Siapa? Yang tadi mengobrol dengamu?”

“Oh. Itu? Yang memakai kemeja putih itu?”

“Iya. Yang jambulnya aneh.” Sahut Kyu Hyun datar sambil memutar kunci mobil.

“Hey, rambutmu juga aneh tahu…” gadis tadi menjawab dengan santai.

“Siapa?”

“Eh, memangnya belum ku jawab ya?”

“Belum, babo.”

“Hmm… maraaaaaaaaaaaah.. Kau tahu tidak, kalau marah itu bisa menyebabkan munculnya jerawat, keriput dan semacamnya. Terus, kalau kau..”

“Neoraaaaaaa….”

“Yak! Hadir!”

“Siapa?” Kyu Hyun mengulangi pertanyaannya sambil memutar arah mobilnya untuk keluar dari pelataran parkir kampus itu.

“Oh, yang tadi? Temanku. Kim Jong Hyun.”

“Oh.”

“Tampan ya?” tanya Neora, dengan nada sedikit menggoda.

Kyu Hyun menoleh, lalu tersenyum jahil ke arah Neora. “Kenapa? Kau menyukainya?” tanya Kyu Hyun tanpa ampun.

“Mwo? Kenapa kau bertanya seperti itu?”

Kyu Hyun tidak menjawab. Perhatiannya kembali terfokus pada jalanan di depannya. Setelah keluar dari kompleks kampus tempat Neora kuliah, jalanan kembali berciri khas ala Seoul. Padat.

Neora mengangkat bahu. Merasa malas untuk menyinggung hal tadi kembali.

“Sepertinya, namja itu menyukaimu…” kata Kyu Hyun tiba-tiba.

Kedua lengkungan tebal di atas mata Neora terangkat. “Siapa?”

“Dia. Si jambul aneh tadi…”

“Jong Hyun-ie?”

“Iya. Jong ding jong ding ding dung….”, kata Kyu Hyun dengan nada datar. Kedua tangannya masih erat melekat di roda kemudi.

“Daripada kau? Kyu kyu kukuruyuk ” balas Neora.


“Kau juga menyukainya?” Kyu Hyun tidak mengacuhkan kata-kata Neora tadi.

“Apa urusannya denganmu….” Jawaban Neora kini terdengar sedikit ketus.

Kyu Hyun menyeringai, lalu melirik sekilas ke arah Neora. “Kau pernah menyukai seorang namja tidak sih?”

Neora melirik ke arah Kyu Hyun, lalu memilih untuk memandangi arus lalu lintas lewat jendela di sisi kirinya.

“Pertanyaan yang tidak penting.”

“Mwo? Tidak penting??”

“Kenapa kau harus repot-repot memikirkan siapa namja yang kusukai?” kali ini Neora balik bertanya. Ada ironi dalam pertanyaannya, meskipun, tentu saja, pemuda itu takkan pernah tahu.

Kyu Hyun terkekeh. “Yaaa… siapa tahu. Lagipula sebagai saudara iparmu, aku kan juga ingin melihatmu bahagia..”

Neora menoleh ke arah Kyu Hyun sambil mengerutkan kening. “Mwo? saudara ipar? Masih calon tahuuuu…” tukas Neora.

“Ya, terserah. Mau dibilang calon juga tak apa. Tapi aku adalah calon yang paling berprospek…” sahut Kyu Hyun dengan santai. Kakinya bergerak untuk menginjak pedal rem, mengikuti isyarat lampu lalu lintas yang sudah berganti menjadi merah.

“Terserah kau sajalah…”

“Eh, tapi kau sungguh belum pernah menyukai seorang namja?” nada suara Kyu Hyun terdengar penasaran. Dia kali ini menoleh ke arah Neora, ada ekpresi ingin tahu di raut tampannya.

“Cerewet. Yang penting aku tidak pernah menyukai sesama yeoja, puas?” sahut Neora, memain-mainkan jarinya di tombol audio player di mobil itu.

“Ah, aku serius…”

“I refuse to give any comment on that…” sahut Neora datar.

“Ya sudah, pertanyaannya ku ganti. Memangnya tipemu seperti apa?”

Neora melirik ke arah Kyu Hyun, yang tengah menatapnya dengan penasaran. Dalam hati Neora sendiri membatin, betapa dia sebenarnya juga tidak mengerti, apa yang membuatnya menyukai pemuda di sebelahnya ini.

“Molla…” akhirnya Neora menjawab sambil mengangkat bahu.

Kyu Hyun tertawa, panjang. Membuat pipi Neora merona tanpa bisa dia cegah.

“Lapipula, kau itu terlalu galak sebagai seorang yeoja.. Yang ada nanti namja yang kau sukai tidak menyadari dan kabur setelah mendekatimu…” kata Kyu Hyun dengan santai, sedikit menggoda.

“Iya. Sepertinya ia tidak pernah menyadarinya.” cetus Neora begitu saja. Dan begitu huruf terakhir terucap dari bibirnya, Neora langsung menyadari kebodohannya. Sial. Kenapa ia tidak bisa mengerem kata-katanya?

Kyu Hyun menoleh cepat. “Hah? Siapa? Siapa yang kau sukai?” suara Kyu Hyun terdengar penuh minat.

Neora mendengus pelan. Kesal, pada dirinya sendiri. Pada Kyu Hyun, yang tidak pernah sadar bahwa ada benih kekaguman yang saat ini telah tumbuh menjadi sekuntum cinta, tanpa pernah berbalas.

“Yang pasti bukan kau…” tukas Neora. Sekali lagi menambah daftar kebohongannya. Diam-diam menikmati perih yang diciptakan oleh kebohongan yang diucapkannya sendiri.

“Hah? Kenapa? Aku tidak keberatan kalau kau menyukaiku…” Kyu Hyun menggoda. Masih dengan senyum itu. Senyum yang sejujurnya adalah goresan abadi dalam salah satu sudut hati Neora yang terdalam.

Neora menjulurkan lidah ke arah Kyu Hyun. “Tidak akan. Lagipula… Kau kan menyukai adikku…” kata Neora. Dalam kegetiran yang hanya bisa dirasakannya sendiri.

Kyu Hyun tertawa kecil. Pandangannya tertuju lurus ke depan. Sama sekali tidak menyadari betapa dialog ini membuat hati Neora seakan retak, siap untuk berai, berhamburan.

“Iya juga ya… Kalau kau menyukaiku, kau yang kasihan, karena aku menyukai adikmu sendiri… benar juga..” Kyu Hyun terkekeh. Merasa geli sendiri, membayangkan seandainya hal itu benar-benar terjadi.

Di sebelahnya, Neora menutup mata. Menggigit bibirnya kuat-kuat. Jemarinya mengepal semakin kuat. Neora bisa merasakan kuku-kukunya yang menancap dalam di telapak tangannya. Sakit. Tapi apalah artinya sakit itu dibandingkan apa yang harus dihadapi perasaannya saat ini?

Neora tersenyum. Pahit. Dalam hati, dia mentertawakan sendiri betapa ironisnya semua ini. Betapa semua yang dianggap Kyu Hyun hanya sekedar pengandaian adalah kenyataan yang tersembunyi.

Neora meneguk kecewanya.

“Kau menjemputku di kampus karena ada yang ingin kau bicarakan, soal apa?”

Ekspresi Kyu Hyun yang tadi masih diliputi senyum sontak berubah. Sekilas, seperti ada kabut yang menggelayut di wajah itu.

Kyu Hyun memutar kemudi ke kiri, mengikuti alur jalan. Ia menarik nafas panjang, lalu mendesah keras. Berharap helaan nafas panjang itu bisa sedikit mengurangi sekilas rasa putus asa yang mulai timbul.

“Soal Yoon Hee…” kata Kyu Hyun. Pendek.

“Oh.” Jawab Neora, tak kalah pendek. Lewat lirikan cepat di sudut matanya,  Neora dapat menatap sekilas bayangan putus asa di wajah Kyu Hyun. Tulang rahang pemuda itu nampak tegang, seperti berusaha berpikir keras.

Diam-diam, Neora mempererat cengkeramannya pada jok mobil.

“Kenapa dengan Yoon Hee?’ tanya Neora dengan tenang. Dalam hati Neora tertawa sendiri. Pahit. Mengagumi betapa dirinya bisa berujar setenang itu pada saat degupan jantungnya tidak berdenyut teratur.

Kyu Hyun memiringkan sedikit kepalanya ke kanan. Matanya menatap lurus ke depan, tapi di benaknya, raut wajah Yoon Hee masih tetap terbayang. Kyu Hyun bukan orang bodoh yang tidak bisa memahami isyarat penolakan halus dari Yoon Hee. Tapi toh, itu tidak mencegahnya untuk tetap berusaha menawarkan dirinya sebagai bagian dari kepingan hari-hari gadis itu.

“Dia…” Kyu Hyun terdiam sejenak. Menimbang-nimbang pilihan kata untuk menanyakan hal yang selama ini terus mengganggunya.

Neora menoleh sekilas. Membiarkan dirinya menikmati sesaat lekukan wajah Kyu Hyun, sementara Kyu Hyun sendiri masih terlalu tenggelam dalam monolog pertanyaan tak berjawab di otaknya.

Neora menarik nafas, lalu berpaling ke kiri. Mencari luas langit biru yang mungkin bisa membantunya menenangkan diri.

“Yoon Hee kenapa?”

Dengan bibir sedikit mengerucut, Kyu Hyun mengetuk-ngetukkan jari pada kemudi. “Dia… masih menyayangi Lee Jin Ki?” akhirnya pertanyaan itu terlontar juga.

Neora menggigit bibir. Mengingat kembali betapa wajah adiknya itu kini kehilangan pancaran semangat. Sudah berapa kali Neora memergoki Yoon Hee duduk sendirian, menatap kosong ke arah langit senja? Beberapa percakapan mereka terkadang terasa kering, karena Yoon Hee seperti menjawab sambil bermimpi.

Yoon Hee seakan semakin menjauh. Semakin mengerut dalam dunianya sendiri. Dunianya sendiri yang terisi oleh kekosongan akan kenangan.

Neora memejamkan mata. Ada kesedihan membuncah di hatinya.

“Masih kah?” suara Kyu Hyun terdengar kembali.

Neora menoleh sambil mengangkat bahu.

“Kau tidak pernah menyinggung hal ini padanya?” Kyu Hyun mengejar kembali dengan pertanyaan.

Neora tercenung, sedikit tertunduk. Dia lalu mendesah perlahan. “Aku.. pernah bicara padanya, kalau sudah saatnya untuk move on…” 

“Lalu, dia bilang apa?”

Neora kembali mengangkat bahu. “Dia hanya tersenyum. Lalu bilang ‘gwaenchana…’. Jawaban paling klise untuk menunjukan kalau dia tidak mau membahas hal itu.”

Kyu Hyun mendecak kesal. “Sampai kapan dia akan seperti itu?”

Neora menoleh, lalu tertawa. Sinis. “Maksudmu, sampai kapan kau harus menunggu hingga dia mau menerimamu, begitu?”

Kyu Hyun mengerutkan kening. “Aniya…” elaknya.

“Don’t push her, Kyu Hyun-ah…”

“Maksud mu?”

“Jangan paksa dia untuk menerimamu, sebagai pengganti Jin Ki..”

Kyu Hyun kembali mendecak kesal. Seakan itu bisa mengurangi kekesalannya, Kyu Hyun menginjak pedal gas sedikit lebih dalam untuk menyalip mobil di depannya.

“Apa kekuranganku dibanding Lee Jin Ki?”

“Kekuranganmu? Hanya satu, Kyu. Kau bukan Lee Jin Ki…” sahut Neora dengan tenang. “Kau bisa saja menjadi namja paling ROMANTIS sedunia. Kau bisa saja menjadi namja TERTAMPAN sedunia. Kau bisa saja menjanjikan Yoon Hee untuk memberinya APAPUN yang dia mau. Tapi, satu hal, kau tidak bisa menjadi seorang Lee Jin Ki, yang Yoon Hee sayangi...”

Kyu Hyun menggeretakkan gigi. “Dari dulu aku tak pernah suka dengan namja itu…” kata Kyu Hyun tanpa sedikit pun menyembunyikan nada kesal dalam kata-katanya tadi.

Neora tertawa kecil. “Kau tidak menyukainya karena hal sepele. Hanya karena Lee Jin Ki, dan bukannya dirimu, yang bisa membuat Yoon Hee jatuh cinta.”

Kyu Hyun memencet tombol klakson dengan tidak sabar. Siapa yang suka diingatkan akan suatu kekalahan yang menyakitkan?

“Kau pikir aku tak tahu kalau kau dulu suka melihat mereka berdua dari kelas? Kau pikir aku tak tahu kalau bermain futsal dengan Jin Ki, kau cenderung lebih kasar padanya daripada ke orang lain? Kau pikir aku tak tahu kalau di organisasi dulu, kau paling kritis pada Divisi Pendidikan, hanya karena Jin Ki yang jadi ketuanya?”

Kyu Hyun melirik sekilas ke arah Neora. Nafasnya terasa sedikit terbebani oleh kemarahan yang semakin menjadi-jadi.

“Aku tak pernah tahu kalau kau memperhatikanku hingga sedetail itu…” balas Kyu Hyun, tidak kalah sinis.

Neora mengangkat bahu dengan santai sambil tersenyum kecil. “I’m good in observing people…”

Kyu Hyun tidak menanggapi. Tiba-tiba Neora terkekeh pelan.

“Mwoya?” tanya Kyu Hyun ketus.

“Kau tahu tidak hal yang menurutku paling kronis? Dengan semua kelakuanmu itu, Jin Ki sama sekali tak pernah merasa bahwa kau sebenarnya tak menyukainya. Dia tetap saja menganggap mu sebagai kakak kelas yang patut dihormati. Tiap kali dia bertemu denganmu, dia yang selalu membungkuk dan menyapa duluan, sementara kau hanya akan mengangkat alis. Saat kau ke rumah dan Jin Ki sedang bersama Yoon juga, dia tak pernah segan mengajakmu mengobrol, walaupun tanggapanmu tak acuh padanya..”

Kyu Hyun mengencangkan genggamannya di setir kemudi. Ada amarah masa lalu yang dibangkitkan kembali dan menyesakkan dadanya. Sementara di sebelahnya, Neora menggeleng pelan, masih ada senyuman kecil di bibirnya.

“Masalahmu adalah, kau sebenernya masih tidak bisa menerima kalau Yoon Hee LEBIH MEMILIH  Jin Ki daripada dirimu. Sementara, masalah Jin Ki adalah, dia terlalu polos dan terlalu baik hati untuk bisa curiga pada sikap orang lain padanya.”

Kata-kata terakhir Neora tadi memantik sebuah senyum di bibir Kyu Hyun.

“Iya… Kau benar…”

Neora tersentak, dengan cepat dia menoleh ke arah Kyu Hyun. Melihat wajah Kyu Hyun, Neora mengangkat alis. Kyu Hyun masih memandang lurus ke depan. Tapi ada seulas senyum yang tiba-tiba muncul disana. Senyum tipis yang menyiratkan kepuasan.

“Benar? Yang mana?”

Kyu Hyun menyahut dengan santai. “Jin Ki itu terlalu polos. Terlalu baik hati.”

Neora mengerutkan kening. Ada sesuatu yang tidak bisa dimengertinya. Dan hal itu menggelitik rasa ingin tahu Neora.

“Tumben, kau mengakui kalau Jin Ki baik hati…” pancing Neora.

Kyu Hyun terkekeh pelan. Aura kemarahan yang tadi menguar darinya menguap begitu saja. “Karena terlalu baik hati, ia mau melakukan apa saja untuk menolong orang lain…”

“Iya, dari dulu Jin Ki memang seperti itu…” ujar Neora dengan hati-hati, berusaha menebak arah percakapan itu. Dengan heran Neora menatap senyum aneh itu muncul kembali di bibir Kyu Hyun.

“Itu persamaan Jin Ki denganku.” Kata Kyu Hyun lagi. “Sekaligus, itu juga yang membedakanku dengannya…”

Kerutan di kening Neora semakin dalam. “What are you actually trying to say?”

Kyu Hyun mengangkat bahunya. “Aku dan Jin Ki sama-sama mau melakukan apapun. Tapi kalau Jin Ki, ia mau melakukan apapun karena ia dengan polosnya selalu ingin berbuat baik pada semua orang. Sementara aku, aku ingin melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang ku inginkan…”

Neora menatap Kyu Hyun dengan penuh tanda tanya yang berdesakan di pikirannya. Merasa diperhatikan, Kyu Hyun menoleh untuk memandang Neora.

“Kenapa kau terlihat sekaget itu? Wajar kan, kalau seseorang melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang ia inginkan?”

Neora tidak mengalihkan pandangannya dari Kyu Hyun, yang kini telah kembali berkonsentrasi pada jalanan di depannya.

Entahlah, tiba-tiba saja Neora merasa berhadapan dengan sisi lain dari Kyu Hyun yang sebelumnya tidak pernah dikenalnya.

“Dan sepertinya, kau sudah tahu kan apa yang ku inginkan saat ini?” tanya Kyu Hyun.

“Saat ini, dan semenjak dulu?”

Kyu Hyun tertawa mendengar sahutan Neora. “Saat ini, dan semenjak dulu.” Kyu Hyun membenarkan. Ada keyakinan dalam kata-katanya.

“Aku adalah tipe orang yang akan melakukan segala hal untuk mendapatkan apapun yang semenjak dulu dan sampai saat ini masih ku inginkan…”

Tiba-tiba Neora merasa kilatan firasat menerobos di hatinya. Neora menatap Kyu Hyun, berusaha mencari pembenaran bahwa ia tidak perlu percaya atas apa yang diam-diam dibisikkan firasatnya itu.

Kyu Hyun mematikan mesin, lalu memutar tubuhnya untuk memandang Neora. Ekspresi ketegasan yang sedikit menakutkan itu tak bersisa. Hanya sebuah senyuman miring di wajah tampannya.

“Singgah disini dulu ya? Aku lapar. Temani aku makan siang dulu..”

***

TBC 


—Yoon—