Jika ku katakan bahwa kau adalah yang terbaik, maka percayalah
Karena aku bersungguh-sungguh
Kala itu, kau berbisik dalam pelukanku
“Mengapa langit terlihat abu-abu?”
Mendung berarak menutupi cakrawala yang semestinya bercorak biru
Pun dengan angin yang bersenandung lirih, menyanyikan lagu sendu
Namun aku hanya membisu
Tak menjawab pertanyaanmu, karena aku tau itu bukanlah sebuah pertanyaan
Melainkan ungkapan yang ingin kau sampaikan
Aku pun mengerti, meski samar
Perlahan aku menguraikan pelukanku, melepasmu
Kau datang layaknya musim semi yang selalu ku tunggu tiap tahun
Hangat dan begitu indah, kaulah musim semiku
Hingga saat kau memilih pergi, musim dingin pun menghampiri
Membuatku mati..
Kau berjalan semakin jauh, meninggalkanku yang saat itu benar-benar menyanyangmu
Berhenti mencintaimu adalah sesuatu yang tak tertulis dalam kamus hidupku
Lalu bagaimana cara melupakanmu?
Kau tak menjawab dan terus berjalan
Kau adalah udara yang tak pernah ku hirup
Kekasih yang tak pernah kumiliki
Kau memori yang mendominasi isi duniaku
Lalu saat ku katakan, tak ada yang bisa merubah perasaanku
Sungguh,
Kau harus percaya…
XXXXX
Listen to You (Prolog)
Pertemuan pertama
Hyurin POV
“Ne, aku baru saja makan eonni, jangan khawatir..” sahutku bingung, sebelah tanganku penuh buku, aku berjalan perlahan, keluar dari ruang perpustakaan di salah satu pusat kota Seoul dengan satu tangan lainnya memegang ponsel.
“Sungguh? Kau tidak sedang mencoba berbohong padaku kan Hyurin-ah?” suara diseberang, terdengar sedikit tidak percaya.
Aku menghela napas mendengar pertanyaan Park Sora, eonniku. “Sungguh, aku tidak berbohong. Eonni, mian, aku harus segera ke tempat kerja saat ini. Nanti ku telpon, eonni juga jangan lupa makan. Yeobosseyo eonni..”
Klik. Sambungan terputus sepihak. Aku yakin eonni pasti sedang menggerutu karena sambungan telepon diputus sepihak. Tapi biarlah, urusan itu akan kupikirkan nanti. Aku sudah biasa menghadapi perhatiannya yang kadang terasa berlebihan. Tapi kurasa itu wajar, karena aku adalah satu-satunya dongsaeng yang ia punya. Apalagi sejak beberapa bulan ini kami tidak lagi tinggal serumah, karena aku lebih memilih kuliah di Inha University dan terpaksa harus meninggalkan kampung halaman. Karena ada sesuatu hal yang sangat ingin ku ketahui, yang mengharusakanku pergi dan tinggal jauh dari eonni ku. Suatu hal yang membuat kami kehilangan appa dan eomma, membuat kami menjadi anak yatim piatu. Suatu hal yang secara istilah kasar, disebut dengan dendam.
BRUUUKKK !!!
Tiba-tiba saja aku tersungkur jatuh di trotoar yang biasa ku lewati saat menuju tempat kerjaku. Buku-buku kuliah yang tadi kupinjam dari perpustakaan jatuh berserakan, dan yang paling parah adalah ponsel yang tadi belum sempat ku masukkan dalam tas, kini sudah tidak berada dalam genggamanku lagi. Dimana ponselku?
Dengan panik, aku segera berdiri, dan lututku terasa nyeri. Aku hampir memekik saat ku lihat benda berflap dengan warna putih itu tergeletak di aspal, di jalan! Aku hendak mengambilnya ketika sebuah ban mobil dengan tanpa dosa melindas benda malang itu. Aku terperangah. Membeku melihat nasib tragis yang menimpa ponsel itu. Belum sempat aku pulih dari keterkejutan, sebuah kertas kecil muncul di depan mataku. Aku menoleh, dan menemukan seorang namja dengan kacamata hitam dan syal tebal yang hampir menutupi separuh wajahnya, menyodorkan kertas itu padaku.
“Mianhae sudah menabrakmu. Aku sangat buru-buru, masalah ponselmu itu, aku pasti akan menggantinya. Ini kartu namaku. Kau bisa menghubungiku untuk meminta ganti rugi. Tapi tidak untuk saat ini. Sekali lagi, mianhae.” Namja itu berbicara sangat cepat, hingga aku hanya dapat menatapnya dan menerima kertas kecil itu. Tanpa menunggu reaksiku, ia pun berlalu. Dan hilang dibalik tubuh-tubuh lain yang berlalu lalang di trotoar ini.
Aku membaca nama yang tertulis pada secarik kertas itu. Lantas jantungku berdebar dengan keras tanpa kendali, kakiku gemetar hingga tiba-tiba saja, tubuhku jatuh terduduk. Orang ini…
XXXXX
To be continued
Thanks for reading
:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar